Makalah
Ayat-Ayat Tentang Kemampuan Dasar Manusia
Oleh: Herif De Rifhara
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada
Allah SWT, karena berkat rahmat, ‘inayah dan ma’unat-Nyalah penulisan makalah
ini dapat diselesaikan. Adapun pembahasan dalam Makalah yang ditulis ini,
mengenai Ayat-Ayat Tentang
Kemampuan Dasar Manusia.
Dalam memahami Al-Quran tidak terlepas dari
pembelajaran Tafsir yang di Tafsirkan oleh para Ulama yang sudah teruji
kemampuan dan kecerdasannya dalam memahami setiap ayat dan huruf dalam
Al-Quran. Sehingga kita tidak kesulitan dalam memahami Al-Quran yang sebagai
sumber hukum ajaran Islam. Untuk itu kami kelompok pertama dalam mata kuliah
Tafsir Tarbawi ini berusaha menghimpun makalah mengenai Tafsir Ayat-Ayat Tentang
Kemampuan Dasar Manusia yang kami himpun dari Kitab Tafsir, isnya Allah.
Kami sebagai
pemakalah pertama menyadari kekurangan-kekurangan yang terdapat di dalam
makalah kami ini, untuk itu kami meminta kritik dan saran yang cerdas. Sehingga
ke depan insya Allah kami menyusun dengan lebih baik lagi.
Tidak lupa juga Shalawat dan
Salam ke atas junjungan Nabi besar kita Rasulullah Muhammad SAW, yang telah
memberikan Ilmu Pengetahuan tentang Tuhan yang berhak disembah yakni, Allah
SWT. Serta Nabi junjungan kita yang juga sebagai ahli Tafsir yang paling hebat.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan juga pada Sahabat-sahabat, keluarga, dan
umat Nabi Muhammad SAW yang setia pada Sunnah beliau hingga akhir zaman.
PENYUSUN
MAKALAH
Q.S. AR-RUM AYAT 30 DAN TERJEMAHANNYA DALAM
TAFSIR AL-AZHAR:
فَاٴَقِمْ وَ جْهَكَ
لِدِّيْنِ حَنِيْفًاج فِطْرَتَ اللهِ الَّتِى فَطَرَ النَّاسَ
عَلَيْهاَج لاَ تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ
اللهِج ذَالِكَ الدِّيْنُ اْلقَيِّمُ
وَ لٰكِنَّ اٴَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُونَ.
Artinya :
“Maka tegakkanlah
wajah engkau kepada agama, dalam keadaan lurus. Fithrah yang telah Dia
fihtrahkan manusia atasnya. Sekali-kali tidaklah ada pergantian pada ciptaan
Allah. Itulah agama yang lurus. Tetapi teramat banyaklah manusia yang tidak
mengetahui. (Q.S. AR-RUM : 30) (Dalam Tafsir Al-Azhar,
penerbit PT BINA ILMU OFFSET Surabaya:1976)
TAFSIR AYAT
1. Tegakkanlah Wajah Kepada
Agama
“Maka tegakkanlah
wajah kepada agama, dalam keadaan lurus” (pangkal ayat 30).
Tegakkanlah wajahmu; artinya berjalanlah tetap di atas jalan agama yang telah
dijadikan syari’at oleh Allah untuk engkau. Agama itu adalah agama yang disebut
Hanif yang artinya almustaqiim, yaitu LURUS.
Hanif ini pulalah yang disebut untuk Agama Nabi Ibrahim. Bahkan dijelaskan
bahwa yang ditegakkan oleh Muhammad sekarang ini ialah Agama Hanif atau
Ash-Shirathal Mustaqim. Agama yang sebelum
kedatangan Nabi Saw, banyak diselewengkan dari tujuan semula oleh anak cucunya.
Baik anak cucu keturunan Bani Israil (Yahudi) maupun Bani Ismail (Arabi).
Bani Israil
menyelewengkan Agama Ibrahim menjadi agama keluarga serta menamainya Yahudi.
Nama anak tertua Nabi Ya’qub As, yang bernama Yahuda. Nama Ya’qub di masa
kecilnya ialah Israil. Kemudain keturunan selanjutnya dari Bani Israil atau
disebut sekarang ini Agama Nasrani menyelewengkan pula dengan memasukan ajaran
mythos agama-agama kuno, atau Agama Primitif,
Pemekalah. “Trimurti” atau
“Trinitas” ke dalam Agama, lalu mereka katakan Tuhan ada tiga dalam yang satu
dan satu dalam yang tiga, yaitu Allah Bapa, Allah
Putra dan Allah Roh Suci. Tambahan dari
pemekalah Allah emak itupun kalau ada pula.
Bani Ismail yakni
bangsa Arab menjadikan Ka’bah sebagai tempat Berhala-Berhala. Mulanya dua tiga
berhala, berangsur-rangsur bertambah menjadi 360 berhala. Bahkan terdapat
berhala Maryam sedang memangku ‘Isa Almasih pada saat masih menyusuh. Awalnya
berhala yang mereka masukkan adalah Lattah dan Uzza. Sehingga Allah Swt
berfirman dalam Al- Quraan :
لَقَدْ رَ أَىٰ مِنْ
ءَا يٰتِ رَبِّهِ اْلكُبْرَى
“Terangkanlah
kepadaku (wahai kaum Musyrikin) tentang Latta dan Uzza.(An-Najm:19)
Mujahid berkata, “Latta adalah
orang yang dahulu mengadon tepung (dengan air atau minyak) untuk para jemaah
haji. Setelah meninggal merekapun senantiasa mendatangi kuburannya.” (DiTerj. Tim Darul
Ilmi, Muhammad bin ‘Abdul Wahhab at-Tamimi:2005:90)
2. Pada Fithrah Yang Telah Dia
“Pada fithrah yang telah Dia
Fithrahkan manusia atasnya.” Artinya lazimilah atau
tetaplah pelihara fithrahmu sendiri, yaitu rasa asli murni dalam jiwamu sendiri
yang Belum terpengaruh apapun, yaitu mengakui adanya kekuasaan tertinggi dalam
alam ini.
Dalam surat Al-A’raf ayat 172,
Allah Swt menyatakan juga tentang fitrah itu. Yaitu pada suatu masa dahulunya,
manusia yang masih ada dalam wujud ‘ilmi, yaitu masih ada
dalam ilmu Tuhan tetapi belum dilahirkan ke muka bumi, Tuhan telah bertanya:
“Bukankah Aku ini
Tuhanmu? Semua menjawab: “Ya, kami berikan kesaksian.”
Maka sejak akal
tumbuh sebagai Insan, pengakuan akan adanya Maha Pencipta itu adalah fithrah,
sama tumbuh dengan ‘aqal, bahkan boleh dikatakan bahwa Dia adalah sebahagian
dari yang menumbuh-suburkan ‘aqal. Dapatlah dikatakan bahwa kepercayaan akan
adanya Yang Maha Kuasa adalah fithri atau asli pada manusia.
3. Sekali-kali tidaklah ada
“Sekali-kali tidaklah ada
pergantian pada ciptaan Allah.” Artinya ialah
bahwa Allah Ta’ala telah menentukan demikian. Yaitu kepercayaan atas adanya
Yang Maha Kuasa adalah fithri dalam jiwa dan ‘aqal manusia. Itu tidak dapat
diganti dengan yang lain. Pada pokoknya seluruh manusia benua tempat dia
berdiam, tempat dia dilahirkan adalah atas kehendak-Nya.
Ibnu Abbas, Ibrahim An-Nakhaa’iy, Said bin Jubair, Mujahid, ‘Ikrimah,
Qataada, Adh-Dhahhaak dan Ibun Zaid berpendapat bahwa yang dimaksud ungkapan di
atas “Tidaklah dapat diganti Agama Allah yang asli itu
dengan yang lain.” Imam Bukhari
berkata: “Tidak dapat dapat diganti
Agama Allah, ciptaan pertama adalah agama pertama: agama dan al-fithrat al- Islam.
Maka Rasulullah Saw bersabda
“Dari Abu Hurairah RA.
Berkata: Berkata Nabi Saw: Tidaklah dilahirkan seorang anak melainkan dalam
keadan fithrah. Maka kedua ibu bapaknyalah yang menjadikan ia Yahudi, Nasrani,
maupun Majusi.” (Dalam kitab Al-Azhar)
4. Itulah agama yang lurus
“Itulah agama yang benar.” Atau itulah agama
yang bernilai tinggi. Berharga buat direnungkan.
5. Tetapi teramat banyaklah
manusia yang tidak mengetahui
“Tetapi teramat banyaklah manusia yang tidak
mengetahui.” Tertutuplah bagi mereka jalan buat mengetahui
Hakikat yang benar itu. Ada kalanya karena hawa nafsu, adakalanya karena segan
melepas pegangan lama yang telah dipusakai dari nenek moyang, adakalanya karena
kesombongan karena merasa dilintasi. (Dalam Tafsir Al-Azhar,
penerbit PT BINA ILMU OFFSET Surabaya:1976)
Q.S AL-ISRA, AYAT 70 DAN TERJEMAHANNYA DALAM TAFSIR
IBNU KASIR:
وَلَقَدْ كَرَّمْناَ
بَنِــىۤ ءَادَمَ وَ حَـمَلْــنٰهُمْ
فِـى اْلبَرِّ وَ اْلبَحْرِ وَرَزَقْنٰهُمْ مِنَ اْلطَّــــــيِّــــبــٰتِ وَ فَضَّلْنٰهُمْ
عَلــىٰ كَثِيْرٍ مِّـمَّنْ خَلَقْناَ تَــــــــفْـــــضِـــيْـــــلاً.
“Dan sesungguhnya
telah Kami muliakan anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di
lautan. Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan.
Allah Swt.
menyebutkan tentang penghormatan-Nya kepada Bani Adam dan kemuliaan yang
diberikan-Nya kepada mereka, bahwa Dia telah menciptakan mereka dalam bentuk
yang paling baik dan paling sempurna di antara makhluk lainnya.
لَقَدْ خَلَقْناَ اْﻹِنْسٰنَ
فِـىۤ أَحْسَنِ تَقْوِيْــــمٍ
“Sesungguhnya Kami
telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (At-Tin: 4)
Yakni manusia
tegak dan berjalan dengan dua kakinya, makan dengan tangannya, sedang makhluk
lain tidak. Dan Allah menjadikan pendengaran, penglihatan, dan hati untuk
manusia, dengan semua itu manusia dapat mengerti dan memperoleh banyak manfaat.
Berkat itu manusia dapat membedakan di antara segala sesuatu dan dapat mengenal
kegunaan, manfaat serta bahayanya bagi urusan agama dan duniawinya.
1. Kami angkut mereka
di daratan. (AL-Isra: 70)
Yakni dengan memakai hewan
kendaraan seperti unta, kuda, dan begal, sedangkan di air dengan perahu dan
kapal laut.
2. Kami beri mereka
rezeki yang baik-baik. (AL-Isra: 70)
Yaitu berupa hasil
tanam-tanaman, juga daging dan susu serta berbagai makanan yang lezat dan
bergizi. Kami beri pula penampilan yang baik serta pakaian-pakaian yang
beraneka ragam jenis dan warna serta modelnya yang mereka buat sendiri untuk
diri mereka, juga yang didatangkan oleh orang lain kepada mereka dari berbagai
penjuru dunia.
3. Dan Kami lebihkan
mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan. (Al-Isra:70)
Manusia lebih utama daripada
makhluk lainnya, juga lebih utama daripada semua jenis makhluk. Ayat ini dapat
diajadikan sebagai dalil menunjukkan keutamaan jenis manusia di atas jenis
malaikat.
SYARAH HADITS PADA SURAT
AL-ISRA AYAT 70
Abdul
Razzaq berkata, telah menceritakan pada kami Ma’mar, dari Zaid ibnu Aslam
mengatakan bahwa para malaikat berkata, “Wahai
Tuhan kami, Engkau telah memberikan kepada Nabi Adam dunia. Mereka dapat makan
dari sebagian hasilnya dan besenang-senang dengannya, sedangkan Engkau tidak
memberikannya kepada kami. Maka berikanlah kepada kami akhirat.” Allah Swt menjawab
melalui firman-Nya, “Demi kebesaran dan
Keagungan-Ku, Aku tidak akan menjadikan kebaikan keturunan orang yang Aku
ciptakan dengan kedua tangan-Ku sendiri seperti kebaikan makhluk yang Aku
ciptakan dengan Kun (jadilah kamu!), maka jadilah dia.
Ditinjau dari
jalurnya ini, hadits ini berperedikat Mursal, tetapi hadits
ini telah diriwayatkan pula dari jalur yang lain secara Muttasil. Al-Hafiz Abul
Qasim At-Tabrani mengatakan, telah bercerita kepada kami Ahmad ibnu Muhammad
ibnu Sadaqah Al-Bagdadi, telah bercerita pada kami Ibrahim ibnu Abdullah ibnu
Kharijah Al-Masisi, telah bercerita pada kami hajjaj ibnu Muhammad, telah
menceritakan pada kami Muhammad Abu Gassan Muhammad ibnu Mutarrif, dari Safwan
ibnu Sulaim, dari Ata ibnu Yasar, dari Abdullah ibnu Amr dari Nabi Saw. Yang
telah bersabda:
“Sesungguhnya
malaikat berkata, “Wahai Tuhan kami, Engkau telah memberikan dunia kepada anak Adam;
mereka dapat makan, minum dan berpakaian di dalamnya. Sedangkan kami hanya
bertasbih dengan memuji-Mu, tanpa makan, minum, dan bersenang-senang. Maka
sebagaimana Engkau berikan dunia kepada mereka, maka berikanlah akhirat bagi
kami.” Allah berfirman, “Aku tidak akan menjadikan kebaikan keturunan orang
yang Aku ciptakan dengan kedua tangan-Ku seperti kebaikan makhluk yang Aku
ciptakan dengan Kun (jadilah kamu!),
lalu terjadilah ia.”
Ibnu Asakir telah meriwayatkan lewat jalur Muhammad ibnu Ayyub Ar-Razi,
bahwa telah bercerita pada kami Al-Hasan ibnu Ali ibnu Khalaf As-Saidalani,
telah bercerita pada kami Sulaiman ibnu Abdur Rahman, telah menceritakan
kepadaku Usman ibnu Hisn ibnu Ubaidah ibnu Allaq; ia pernah mendengar Urwah
ibnu Ruwayyim Al-Lakhami mengatakan bahwa ia pernah mendapat hadits ini dari
Anas ibnu Malik, dari Rasulullah bersabda:
“Sesunguhnya malaikat berkata, “Wahai Tuhan kami, engkau telah menciptakan
kami dan juga Bani Adam, tetapi Engkau jadikan mereka dapat makan, minum, berpakaian,
dan mengawini wanita serta menaiki kendaraan. Mereka dapat tidur dan
beristirahat, sedangkan Engkau tidak menjadikan sesuatu pun dari itu bagi kami.
Maka berikanlah dunia kepada mereka dan berikanlah akhirat hanya untuk kami.”
Maka Allah Swt. berfirman, “Aku tidak akan menjadikan orang yang telah Aku
ciptakan dengan tangan-Ku dan Aku tiupkan ke dalamnya sebagian dari roh
(ciptaan)Ku, seperti makhluk yang Aku ciptakan dengan mengatakan kepadanya,
“Jadilah kamu!” maka terjadilah ia.”
Imam Tabrani
mengatakan, telah bercerita pada kami Abdan ibnu Ahmad, telah menceritakan
kepada kami Umar ibnu Sahl, telah bercerita pada kami Abdullah ibnu Tamam, dari
Abdullah ibnu Amr yang mengatakan, bahwa Rasulullah Saw. Pernah bersabda:
Tiada sesuatu pun
yang lebih dimuliakan oleh Allah pada hari kiamat selain dari anak Adam
(manusia).
Ketika ditanyakan,
“Wahai Rasulullah, para Malaikat juga tidak dimuliakan-Nya?” Rasulullah Saw.
Menjawab melalui sabdanya:
Malaikat pun
tidak, mereka adalah makhluk yang dipaksa, kedudukannya sama dengan matahari
dan bulan.
Hadits ini garib sekali.
Q.S AL-MUJADILAH,
AYAT 5 DAN TERJEMAHANNYA DALAM TAFSIR IBNU KASIR:
إِنَّ الَّذِيْنَ
يُـحَاۤدُّونَ اللهَ وَرَسُولَهُو كُبِتُواْ كَمَا
كُبِتَ الَّذِيْنَ مِن قَبْلِهِمْج وَقَدْ أَنْزَ
لْنَاۤ ءَايــــٰــــــتِم بــَـــــــــيـِّــــــنٰـــتٍج وَلِلْكٰفِرِيْنَ
عَذَابٌ مُّهِيْنٌ.
“Sesungguhnya
orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya pasti mendapat kehinaan
sebagaimana orang-orang yang sebelum mereka telah mendapat kehinaan. Sungguh
Kami telah menurunkan bukti-bukti yang nyata. Dan bagi orang-orang kafir ada
siksa yang menghinakan.”
1.) Pasti mendapat
kehinaan sebagaimana orang-orang yang sebelum mereka
mendapat kehinaan. (Al-Mujadilah: 5)
Yakni mereka
dihina, dilaknat, dan direndahkan, sebagaimana yang telah dilakukan terhadap
orang-orang yang serupa dengan mereka sebelum mereka.
2.) Sungguh Kami telah
menurunkan bukti-bukti yang nyata. (Al-Mujadilah: 5)
Yakni mereka dihinakan, dilaknat,
dan direndahkan, sebagaimana yang telah dilakukan terhadap orang-orang yang
serupa dengan mereka sebelum mereka.
3.) Sungguh Kami telah
menurunkan bukti-bukti yang nyata. (Al-Mujadilah: 5)
Yaitu yang jelas
lagi gamblang; tiada yang mengingkari dan tiada yang menentangnya kecuali hanya
orang kafir, pendurhaka, lagi sombong.
4.) Dan bagi
orang-orang kafir ada siksa yang menghinakan. (Al-Mujadilah: 5)
Sebagai pembalasan
dari kesombongan mereka yang tidak mau mengikuti syariat Allah dan tidak mau
tunduk patuh kepada-Nya.
KESIMPULAN, PESAN NASIHAT DAN
PENUTUP
Manusia memiliki
kemampuan dasar yang diberi Allah Swt. yakni kemampuan berfikir dan mencari tahu.
Ayat pertama di atas seolah-olah Allah Swt membicarakan pada kita. Jangan
meninggal agama, yakni ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang diberikan Allah
Swt yaitu Kitabullah dan Sunnah Rasulullah. Apabila kedua ini ditinggalkan maka
kemampuan dasar manusia itu, yakni kemampuan berfikir dan mencari tahu akan
muncul, tentunya kemampuan dasar pada diri manusia atau fitrahnya. Dia
menyadari ada yang lebih hebat di dunia ini, yakni adanya Tuhan. Apabila tanpa
pegangan yang kuat dan benar atau meninggalakan pegangan yang kuat dan benar
itu maka manusia akan menciptakan Tuhan dengan logikanya. Ada firman yang
mengatakan “Berpegang teguhlah kamu ke
pada tali agama Allah” apa itu? Al-Quran dan Sunnah
Rasulullah Saw. Jangan lepaskan dia, biar dia membawamu ke mana pergi sehingga
dia menyampaikanmu ke surga. Apabila kamu lepaskan dia maka kamu akan terjatuh
ke neraka.
Berfikir dan
mencari tahu tentang adanya Tuhan adalah awal sebuah titik perjalanan manusia,
apabila manusia sudah mendapatkan titik terang tentang Tuhan. Dia akan
mendapatkan kemampuan dasar yang lain yakni melahirkan sebuah benda yang
bermanfaat yang diilhamkan Allah Swt padanya, salah satunya melahirkan sebuah
kendaraan “kami angkut mereka di daratan
dan di lautan.” Dan dengan itu manusia akan bisa mencari “Kami beri mereka
rezeki dari yang baik-baik.” Demikianlah bunyi ayat ke dua
di atas.
Tidak ada tuhan
selain Allah. Itulah bunyi syahadatain yang
bermakna Tuhan itu Cuma satu, Dialah Allah Swt. Apabila manusia mnciptakan Tuhan
selain Allah padahal dia sudah mengetahui kebenaran bahwasannya Tuhan itu cuma
Allah tidak ada yang lain. Sungguh dia sedang menentang Allah. Oleh karena itu
maka kita jangan meninggalkan ilmu yang telah diberikan Allah Swt itu, yakni
Al-Quran dan Sunnah. Kalau kita tinggalkan itu maka “Sesungguhnya
orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya pasti mendapat kehinaan
sebagaimana orang-orang yang sebelum mereka telah mendapat kehinaan. Sungguh
Kami telah menurunkan bukti-bukti yang nyata. Dan bagi orang-orang kafir ada
siksa yang menghinakan.”
Demikianlah
makalah kami mudah-mudahan apa yang kami tulis ini bermanfaat bagi kita semua,
amin ya rabbal ‘alamin. Dan apabila dirasa banyak kekurangan dalam penulisan
makalah ini. Kami minta kesediaan teman-teman untuk membantu kami. Karena kami
bukanlah tamatan Pondok Pesantren yang memiliki keluasan ilmu mengenai Tafsir
Al-Quraan.
PENYUSUN
MAKALAH
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Diterj. Bahrun Abu Bakar,
L.C., Penulis Al-Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir
Juz 15, (Bandung, Sinar Baru Algesindo: 2006)
Diterj. Bahrun Abu Bakar,
L.C., Penulis Al-Imam Abul Fida Ismail Ibnu Kasir Ad-Dimasyqi, Tafsir Ibnu Kasir
Juz 28, (Bandung, Sinar Baru Algesindo: 2008)
Diterj. Tim Darul Ilmi,
Penulis Muhammad bin ‘Abdul Wahhab at-Tamimi, Kitab At-Tauhid, (Ngaglik Sleman,
Darul Ilmi: 2005)
Diterj. Wawan Djunaedi Soffandi, S.Ag., Penulis Dr.
Muhammad Abdurrahim Muhammad, Tafsir
Nabawi, (Jakarta, Pustaka Azzam:2001)
Prof. Dr. Hamka, Tafsir Al-Azhar, (Surabaya, PT
BINA ILMU OFFSET:1976)
No comments:
Post a Comment