Sunday, February 24, 2019

Belajar Dari Saudi


Belajar Dari Saudi
Ditulis oleh Herif De Rifhara
Mahasiswa S.2 UIN Suska Riau
Jurusan Pendidikan Agama Islam
Lulus 2015

Sudah dipublikasikan di Riau Pos 6 Februari 2015


Berita duka datang dari kerajaan Saudi, yaitu raja ke-6 dari kerajaan Saudi, Raja Abdullah bin Abdul Aziz Al-Saud, wafat pada Jumat (23/1), disebabkan penyakit radang paru-paru. Pengganti raja Abdullah ialah raja Salman bin Abdul Aziz Al Saud yang ternyata bukan anak dari raja Abdullah melainkan saudaranya, selanjutnya raja Salman menunjuk Murqin, saudaranya sebagai penerus. Hal ini pun membantah anggapan, bahwa Saudi adalah kerajaan Monarki Absolut (turun temurun).
Nabi tidak pernah mewasiatkan kepada siapapun tentang penerus kepemimpinan setelahnya, karena tidak ada wasiat, para sahabatpun melakukan musyawarah untuk menentukan pengganti Nabi dan musyawarah itu terjadi di Saqifah Bani Saidah tempat kaum Ansar berkumpul. Hasil musyawarah memutuskan, Abu Bakar sebagai pengganti Nabi, yang sebelumnya telah terjadi perdebatan yang sangat alot.
Abu Bakar memerintah selama dua tahun, sebelum ia wafat tersebab sakit, ia mewasiatkan kepada para sahabat agar Umar bin Khattab dijadikan sebagai pengganti dirinya, karena kekhawatiran Abu Bakar akan terulangnya perselisihan, seperti kejadian di Saqifah. Kemudian, Umar bin Khattab memerintah selama 10 tahun, sebelum ia wafat, ia diminta oleh para sahabat agar berwasiat untuk menetapkan penggantinya. Salah satu sahabat mengusulkan agar Abdullah bin Umar anak dari Umar bin Khattab diwasiatkan sebagai pengganti Umar, tetapi usulan itu ditolak Umar. Kemudian, Umar menyebut nama Ali bin Abi Thalib, Utsman bin Affan, Thalhah, Sa’ad, Abdurrahman bin Auf, dan sebagai saksi adalah Abdullah bin Umar. Keenam orang inilah yang bermusyawarah untuk menentukan pengganti Umar, musyawarah tersebut berjalan lancar, disepakatilah Utsman bin Affan sebagai pengganti Umar. Utsman bin Affan memimpin selama 12 tahun. Setelah ia wafat, para sahabat terkemuka (Ansar dan Muhajirin) meminta dengan segera agar Ali bin Abi Thalib menjadi pemimpin yang menggantikan Utsman. Ali bin Abi Thalibpun memimpin selama lima tahun.
Setelah Ali wafat sahabat dan murid-murid Ali mengangkat Hasan bin Ali sebagai penerus kepemimpinan. Namun, Hasan menyerahkan kepemimpinan kepada Muawiyah, setelah itu Muawiyah mewasiatkan kepada anaknya, Yazid. Setelah Yazid wafat secara tiba-tiba dan tidak adanya wasiat, terjadilah dualisme kepemimpinan, rakyat di Provinsi Syam mendukung Marwan bin Hakam, sedangkan rakyat di Provinsi Hijaz mendukung Abdullah bin Zubair cucu dari Abu Bakar. Kedua tokoh ini tidak ada hubungan lagi dengan Muawiyah dan Yazid. 
Dari sejarah di atas, menunjukkan sistem pemerintahan dalam Islam bukanlah menganut sistem monarki absolut, bukan pula menganut sistem Demokrasi, melainkan sistem pemerintahan dalam Islam adalah wasiat. Jika tidak ada wasiat, maka para tokoh rakyat akan melakukan musyawarah, walaupun hal ini yang melakukannya adalah para sahabat, akan tetapi, Rasulullah SAW bersabda “Maka, hendaklah kalian berpegang teguh pada sunnahku dan para khulafaurrasyidin” (HR Abu Dawud).***

No comments:

Post a Comment