Makalah
Masalah Inovasi Dalam Dunia Pendidikan
dan Mengetahui Inovasi-inovasi Pendidikan
Oleh: A. Almunawir
A. Pendahuluan
1. Latarbelakang
Perubahan adalah suatu bentuk yang wajar
terjadi, bahkan para filosof berpendapat bahwa tidak ada satupun di dunia
ini yang abadi kecuali perubahan. Tampaknya perubahan ini merupakan sesuatu
yang harus terjadi tetapi tidak jarang dihindari oleh manusia. Semua perubahan
akan membawa resiko, tetapi strategi mempertahankan struktur suatu kurikulum
tanpa perubahan akan membawa bencana dan malapetaka, sebab mengkondisikan
kurikulum dalam posisi status quo menyebabkan pendidikan tertinggal dan
generasi bangsa tersebut tidak dapat mengejar kemajuan yang diperoleh melalui
perubahan. Dengan demikian, inovasi selalu dibutuhkan, terutama dalam bidang
pendidikan, untuk mengatasi masalah-masalah yang tidak hanya terbatas masalah
pendidikan tetapi juga masalah-masalah yang mempengaruhi kelancaran proses
pendidikan.
Kata inovasi seringkali dikaitkan dengan
perubahan, tetapi tidak setiap perubahan dapat dikategorikan sebagai inovasi.
Rogers (1983 : 11) memberikan batasan yang dimaksud dengan inovasi adalah suatu gagasan, praktek, atau objek benda yang dipandang baru oleh
seseorang atau kelompok adopter lain.
Kata "baru" bersifat sangat relatif, bisa karena seseorang baru
mengetahui, atau bisa juga karena baru mau menerima meskipun sudah lama tahu.
Berdasarkan batasan dan penjelasan Rogers
tersebut, dapat dikatakan bahwa munculnya inovasi karena ada permasalahan yang
harus diatasi, dan upaya mengatasi permasalahan tersebut melalui inovasi
(seringkali disebut dengan istilah "pembaharuan" meskipun istilah ini
tidak identik dengan inovasi). Inovasi ini harus merupakan hasil pemikiran yang
original, kreatif, dan tidak konvensional. Penerapannya harus praktis di mana
di dalamnya terdapat unsur-unsur kenyamanan dan kemudahan. Semua ini
dimunculkan sebagai suatu upaya untuk memperbaiki situasi / keadaan yang
berhadapan dengan permasalahan.
Seperti telah dikemukakan bahwa munculnya
suatu inovasi adalah sebagai alternatif pemecahan masalah, maka langkah pertama
pengembangan suatu inovasi didahului dengan pengenalan terhadap masalah
(Rogers, 1983 ; Lehman, 1981). Identifikasi terhadap masalah inilah yang
kemudian mendorong dilakukannya penelitian dan pengembangan (R&D) atau
evaluasi kurikulum, yang dirancang untuk menciptakan suatu inovasi. Dalam hal
ini perlu untuk diperhatikan bahwa inovasi akan mempunyai makna jika inovasi
tersebut diterapkan atau diadopsi, sebab jika inovasi tersebut tidak
diterapkan/diadopsi/disebarluaskan maka inovasi tersebut hanya akan menjadi
inovasi yang tidak terpakai. Terhadap pengadopsian ini dikenal strategi
sentralisasi dan strategi desentralisasi. (disebut penyebaran/difusi inovasi
jika ditinjau dari sisi pengembang inovasi, sedangkan adopsi inovasi merupakan
prosedur yang dilihat dari sisi calon pemakai/adopter). Baik strategi
sentralisasi maupun desentralisasi akan memunculkan permasalahan baru pada saat
adopsi/difusinya.
Salah satu aspek penting dalam konteks
pendidikan di manapun adalah dengan memperhatikan kurikulum yang diusung oleh
pendidikan tersebut. Seringkali kurikulum dijadikan objek penderita, dalam
pengertian bahwa ketidakberhasilan suatu pendidikan diakibatkan terlalu
seringnya kurikulum tersebut berubah. Padahal, seharusnya dipahami bahwa
kurikulum seyogyanya dinamis, harus berubah mengikuti perubahan yang terjadi
dalam masyarakatnya. Cuban (1991 : 216) mengemukakan bahwa untuk memahami
perubahan kurikulum perlu untuk dipahami tiga pokok pemikiran tentang perubahan
tersebut yakni (a) rencana perubahan itu selalu baik, (b) harus dipisahkan
antara perubahan (change) dengan kemantapan (stability), dan (c)
apabila rencana perubahan sudah diadopsi maka perlu untuk dilakukan perbaikan
terhadap rencana tersebut (improvement).
2. Rumusan Masalah
Mengacu kepada apa yang dijelaskan di
atas, maka masalah yang dikemukakan pada tulisan ini berkaitan dengan :
(a) aspek-aspek inovatif yang
terkandung dalam KTSP,
(b) tantangan dalam KTSP sebagai upaya
mempercepat pembangunan bangsa, dan
(c) kemungkinan permasalahan yang
akan muncul pada saat kurikulum tersebut diadopsi.
3. Tujuan
Tujuan dalam pembuatan makalah
ini adalah untuk:
1. Mengetahui
masalah inovasi dalam dunia pendidikan
2. Untuk
mengetahui inovasi-inovasi pendidikan
B. Pembahasan
1. Inovasi
Secara etimologi inovasi
berasal dari Kata Latin innovation yang berarti pembaharuan atau perubahan.
Kata kerjanya innovo yang artinya memperbaharui dan mengubah inovasi ialah
suatu perubahan yang baru menuju kearah perbaikan, yang lain atau berbeda dari
yang ada sebelumnya, yang dilakukan dengan sengaja dan berencana (tidak secara
kebetulan).
Istilah perubahan dan pembaharuan ada pebedaan dan persamaanya. Perbedaannya , kalau pada pembaharuan ada unsur kesengajaan. Persamaannya. Yakni sama sama memilki unsur yang baru atau lain dari yang sebelumnya. Kata “Baru” dapat juga diartikan apa saja yang baru dipahami, diterima, atau dilaksanakan oleh si penerima inovasi, meskipun bukan baru lagi bagi orang lain. Nemun, setiap yang baru itu belum tentu baik setiap situasi, kondisidantempat.
2. Inovasi Pendidikan
Ibrahim (1988)
mengemukakan bahwa inovasi pendidikan adalah inovasi dalam bidang pendidikan
atau inovasi untuk memecahkan masalah pendidikan. Jadi, inovasi pendidikan
adalah suatu ide, barang, metode yang dirasakan atau diamati sebagai hal yang
baru bagi seseorang atau kelompok orang (masyarakat), baik berupa hasil
intervensi (penemuan baru) atau discovery (baru ditemukan orang), yang
digunakan untuk mencapai tujuan pendidikan atau memecahkan masalah pendidikan
nasional.
Inovasi (pembaharuan) terkait dengan invention dan discovery. Invention adalah suatu penemuan sesuatu yang benar benar baru, artinya hasil kreasi manusia. Penemuan sesuatu (benda) itu sebelumnya belum pernah ada, kemudian diadakan dengan bentuk kreasi baru. Discovery adalah suatu penemuan (benda), yang benda itu sebenarnya telah ada sebelumnya, tetapi semua belum diketahui orang. Jadi, inovasi adalah usaha menemukan benda yang baru dengan jalan melakukan kegiatan (usaha) baik invention dan discovery.
3. Tujuan Inovasi Pendidikan
Menurut santoso (1974), tujuan utama inovasi, yakni meningkatkan sumber sumber tenaga, uang dan sarana, termasuk struktur dan prosedur organisasi. Tujuan inovasi pendidikan adalah meningkatkan efisiensi, relevansi, kualitas, dan efektivitas. Sarana serta jumlah peserta didik sebanyak banyaknya, dengan hasil pendidikan sebesar besarnya (menurut kriteria kebutuhan peserta didik, masyarakat, dan pembangunan), dengan jumlah yang sekecil kecilnya.
tujuan inovasi pendidikan Indonesia tahap demi tahap, yaitu :
1. Mengejar ketinggalan ketinggalan yang
dihasilkan oleh kemajuan kemajuan ilmu dan teknologi sehingga makin lama
pendidikan di Indonesia makin berjalan sejajar dengan kemajuan kemajuan
tersebut.
2. Mengembangkan terselenggaranya pendidikan
sekolah maupun luar sekolahbagi setiap warga negara. Misalnya meningkatkan daya
tampung usia sekolah SD, SLTP, SLTA, dan perguruan tinggi. Di samping itu, akan
di usahakan peningkatan mutu yang dirasakan semakin menurun dewasa ini. Dengan
sistem penyampaian sistem yang baru, dihaarpkan peserta didik menjadi manusia
yang aktif, kreatif, dan terampil memecahkan masalahnya sendiri.
3. Masalah Masalah yang
Menuntut Diadakan Inovasi Pendidikan di Indonesia yaitu:
1. Perkembangan ilmu pengetahuan menghasilkan
kemajuan teknologi yang mempengaruhi kehidupan sosial, ekonomi, politik,
pendidikan, dan kebudayaan bangsaIndonesia.
2. Laju eksplosi penduduk yang cukup pesat,
yang menyebabkan daya tampung, ruang, dan fasilitas pendidikan yang sangat
tidak seimbang.
3. Melonjaknya aspirasi masyarakat untuk
memperoleh pendidikan yang lebih baik, sedangkan dipihak lain kesempatan sangat
terbatas.
4. Mutu pendidikan yang dirasakan makin
menurun, yang belum mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi.
5. Belum berkembangnya alat organisasi yang
efektif, serta belum tumbuhnya suasana yang subur dalam masyarakat untuk
mengadakan perubahan perubahan yang dituntut oleh keadaan sekarang dan yang
akan datang.
6. Kurang ada relevansi antara program
pendidikan dan kebutuhan masyarakat yang sedang membangun.
7. Keterbatasan dana.
Sejak proklamasi
kemerdekaan hingga saat ini, telah banyak diperkenalkan inovasi inovasi
pendidikan dan atau kurikulum yang diadopsi dari luar negeri maupun hasi
pemikiran para ilmuan Indonesia sendiri. Semua inovasi tersebut diharapkan
dapat memcahkan permasalahan pendidikan yang sedang dialami di Indonesia.
4. Berbagai upaya inovasi pendidikan
Menurut Fuad Ihsan
(2005:194) menjelasakan
1. Proyek perintis sekolah pembangunan.(1974)
1. Proyek perintis sekolah pembangunan.(1974)
PPSP adalah salah satu
proyek dalam rangka program pendidikan yang ditugaskan untuk mengembangkan satu
sistem pendidikan dasar dan menengah.
2. Kurikulum 1975
Kurikulum ini
menekankan pada efesiensi dan efentifitas pengunaan dan,
daya dan waktu yang tersedia. Proyek Pamong, Pamong
singkatan dari pendidikan anak oleh masyarakat, orang tua, dan guru. SMP
terbuka (1984), Universitas Terbuka
3. Kurikulum 1984
Proses belajar dan
mengajar adalah pendekatan keterampilan proses yang diujudkan dalam bentuk
belajar siswa aktif (CBSA)
4. Kurikulum
1994
Perbedaan kurikulum 1994 dengan sebelumnya
pada pelaksanaan pendidikan dasar 9 tahun, memerlakukan muatan local,
penyempurnaan 3 kemampuan dasar menulis, membeca, dan menghitung
5. Kurikulum 2006
5. Kurikulum 2006
tentang KTSP
Aspek-Aspek Inovatif Kurikulum
2006 (KTSP)
Kurikulum tingkat satuan pendidikan
merupakan revisi dan pengembangan dari kurikullum berbasis kompetensi atau
kurikulum 2004.KTSP lahir karena dianggap KBK masih sarat dengan beban belajar
dan pemerintah pusat dalam hal ini Depdiknas masih dipandang terlalu intervensi
dalam pengembangan kurikulum.Oleh karena itu, dalam KTSP beban belajar siswa
sedikit berkurang dan tingkat satuan pendidikan ( sekolah,guru dan komite
sekolah) diberikan kewenangan untuk mengembangkan kurikulum, seperti membuat
indikator,silabus, dan beberapa komponen kurikulum lainnya.
KTSP yang mulai diberlakukan secara
nasional pada tahun 2006 jelas berbeda dengan kurikulum sebelumnya. Perbedaan
yang paling mendasar adalah bahwa KTSP merupakan produk dari penjabaran
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 yang bernafaskan
Undang-undang Otonomi Daerah. Dua hal penting yang membedakan KTSP dengan
kurikulum sebelumnya (sebagai dampak dari UU Otonomi Daerah) adalah (a)
diberlakukannya kurikulum yang berdiversifikasi, dan (b) adanya standardisasi
pendidikan. Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia adalah negara yang heterogen,
baik dilihat dari aspek geografisnya maupun latar belakang sosial budayanya.
Heterogenitas ini membawa dampak bahwa terdapat perbedaan yang cukup bermakna
antara daerah dan pusat. Dengan diberlakukannya Undang-undang Otonomi Daerah
maka setiap daerah mempunyai wewenang untuk mengatur urusan dalam negerinya.
Dengan demikian, pada aspek pendidikan terjadi hal yang sama. Jika pada masa
berlakunya sentralisasi saja sudah menyebabkan adanya perbedaan yang bermakna
antara pusat dengan daerah, maka dapat dibayangkan apa yang akan terjadi dengan
sistem pendidikan yang desentralisasi.
Untuk mengatasi perbedaan tersebut, maka
kurikulum dikembangkan dengan mengacu kepada standar nasional, artinya meskipun
tiap daerah bahkan tiap sekolah diberi kebebasan untuk mengembangkan
kurikulumnya sesuai dengan kemampuan masing-masing, tetapi tetap harus mengacu
pada standar minimal yang sifatnya nasional. Dengan demikian diharapkan bahwa
kurikulum yang dikembangkan (KTSP) dapat mengadopsi kebutuhan daerah tetapi
tidak melupakan aspek mutu/kualitas pendidikan secara nasional.
Aspek-aspek inovatif yang terkandung dalam
KTSP di antaranya diterapkannya pendidikan kecakapan hidup; dikembangkannya
keunggulan lokal sesuai karakteristik, kebutuhan, dan tuntutan setempat;
kurikulum berbasis sekolah, dalam pengertian meskipun kerangka dasar dan
struktur kurikulum dikembangkan secara sentralistik, tetapi pengembangan
perencanaan pembelajaran (silabus & RPP) dan kegiatan belajar mengajar
dikembangkan secara desentralistik; dan disertakannya peran serta masyarakat.
1. Peluang dan Tantangan yang diberikan oleh KTS.
KTSP memberikan peluang munculnya
diversifikasi sekolah, sebab kurikulum yang dikembangkan dalam KTSP sebagaimana
yang telah diungkapkan di atas, hanya berisikan standar kompetensi/kompetensi
dasar yang merupakan standar nasional; sedangkan pengembangan selanjutnya
sangat ditentukan oleh kebutuhan/karakteristik sekolah atau masyarakat yang
berada di sekitar sekolah. Peluang ini dapat diterjemahkan sebagai tantangan bagi
pihak sekolah (penyelenggara pendidikan) dalam rangka mempercepat pembangunan
bangsa. Apakah sekolah sebagai penyelenggara pendidikan akan jalan ditempat,
“menunggu perintah dari atas” sebagaimana yang selama ini dikondisikan,
atau pihak sekolah mengadopsi peluang itu dengan tujuan untuk meningkatkan
kualitas pendidikan bangsanya. Diversifikasi ini memungkinkan dikembangkannya
sistem persekolahan yang berdaya saing tinggi, sebab pihak sekolah diberi
kewenangan penuh untuk mengembangkan kurikulumnya sebaik dan semaju mungkin
tetapi juga melihat pada kebutuhan dan kemampuan pihak penyelenggara pendidikan
(sekolah). Dengan adanya kemungkinan diverisifikasi ini maka penyelenggara
pendidikan tidak lagi harus seragam, sehingga diharapkan percepatan pembangunan
bangsa dapat dicapai.
Partisipasi masyarakat yakni peran komite
sekolah memberi masukan dan saran tentang keunggulan lokal, menjadi poin
berikutnya dalam peluang yang terkandung di KTSP. Keterlibatan pihak
masyarakat, yang selama ini dipandang hanya sebagai “user” pasif, memunculkan
tantangan yang lebih bermakna, sebab masuknya peran/partisipasi masyarakat akan
melibatkan pemikiran-pemikiran baru tentang perlunya peningkatan kualitas yang
berasal dari pihak pengguna. Masyarakat dapat mengikutsertakan dirinya untuk
pengembangan dan kemajuan sekolah dengan mengedepankan keunggulan-keunggulan
yang dimiliki oleh masyarakat sekitar. Artinya pengembangan pendidikan berasal
dari kebutuhan wilayah sekitar (lokal) dan membawa warna keunggulan lokal,
sehingga produk pendidikan tidak lagi menjadi suatu alieansi sebab kemajuan
pendidikan daerah tersebut sangat ditentukan oleh pengembangan keunggulan
lokalnya.
Peluang lain yang diberikan melalui KTSP
adalah bahwa kurikulum berbasis sekolah. Hal ini mengindikasi selain kurikulum
akan dikembangkan sesuai kebutuhan dan kemampuan pihak sekolah, juga tidak
kalah pentingnya adalah bahwa kurikulum harus dikembangkan oleh guru. Dalam hal
ini guru bukan hanya sebagai pelaksana kurikulum, melainkan juga sebagai
pengembang kurikulum di kelasnya. Konsekuensinya, guru dituntut untuk siap
sebagai pengembang kurikulum, sehingga tidak lagi terdengar bahwa pengembangan
perencanaan pembelajaran hanyalah merupakan “pekerjaan administratif belaka”.
Konsekuensi lanjutan adalah perlunya pembinaan berkelanjutan yang intensif bagi
pihak guru sebagai pengembang kurikulum di tingkat sekolah. Profesionalisasi
menjadi suatu kebutuhan, dan guru harus terus meningkatkan dirinya untuk
mempercepat pembangunan bangsa. Di tangan gurulah terletak maju atau mundurnya
pendidikan kita.
2. Kemungkinan
Permasalahan Dalam Proses Implementasinya
Penerapan KTSP telah berjalan tiga tahun,
dan sampai saat ini tampaknya apa yang dilaksanakan di lapangan masih belum
memenuhi tuntutan kurikulum tersebut. Tidak sedikit pengamat pendidikan yang
mempertanyakan apa perbedaan antara KTSP dengan kurikulum sebelumnya, sementara
di kalangan guru masih terjadi perbedaan pendapat di dalam menafsirkan tuntutan
kurikulum. Guru kembali menggunakan kebiasaan mengajar seperti sebelumnya. Di
lain pihak para guru merasa bahwa SK/KD tidak memberi arah dan tuntunan
yang jelas (dan detail) sehingga mereka cenderung mencari “contoh silabus/RPP”
yang sudah jadi dan meniru nya menjadi silabus/RPP yang akan digunakannya dalam
pembelajarannya.
Hal-hal yang terjadi seperti dikemukakan
di atas dapat diidentifikasi :
a. Sudah
terlalu lamanya guru menggunakan gaya mengajar yang mengacu kepada posisi guru
sebagai user kurikulum (segala sesuatu telah ditetapkan dari atas sehingga
guru tinggal melaksanakannya), dan terdapat kecenderungan untuk
mempertahankan gaya tersebut (status quo), sedangkan KTSP mensyaratkan guru
untuk menjadi curriculum developer.
b. Kurangnya
proses sosialisasi KTSP yang pada awal berlakunya kurikulum tersebut hanya
dilakukan one-shot training( waktu singkat ). Bagaimana guru dapat memahami isi dan tuntutan
kurikulum dengan baik jika pengenalan dilakukan hanya dalam waktu terbatas.
Kurangnya pemahaman guru terhadap
orientasi kurikulum. Dalam hal ini orientasi kurikulum (yang merupakan salah
satu dari landasan kurikulum) merupakan dasar dikembangkannya bentuk kurikulum,
sehingga memahami orientasi kurikulum akan memudahkan untuk memahami kurikulum
secara keseluruhan. Sebagai contoh KTSP pada posisi pencapaian tujuan kurikuler
berkiblat pada orientasi Transaction yang
artinya siswa sebagai pusat sebab orientasi ini menganggap siswa memiliki
kemampuan berinteraksi dengan lingkungan dan proses ditekankan pada proses
(Seller & Miller, 1985 : 62-67) dan pengembangan aktivitas siswa merupakan
tujuan antara dalam rangka mencapai tujuan kurikuler. Dengan demikian
apabila guru tidak memahami orientasi kurikulum yang tersirat dalam KTSP, maka
kemungkinan yang terjadi adalah guru memberikan sejumlah informasi (faktual)
kepada siswa, dan pada akhirnya siswa hanya tinggal menghafal fakta-fakta yang
telah diberikan oleh guru tersebut (pembelajaran satu arah dan siswa pasif -
cenderung rote learning).
K E S I M P U L A N
Perubahan dalam kurikulum merupakan hal
yang harus dilakukan sejalan dengan perubahan yang terjadi di masyarakat.
Kurikulum sekolah selalu mengikuti perubahan jaman, sebab jika tidak dilakukan
perubahan maka pendidikan tidak dapat menghasilkan generasi berikut yang
tanggap terhadap perkembangan. KTSP merupakan bentuk kurikulum baru yang sarat
dengan perubahan / inovasi. Hal ini dilakukan sebagai jawaban terhadap perlunya
mengantisipasi perubahan masyarakat.
Meskipun kurikulum berubah, tidak berarti
otomatis akan terjadi perubahan dalam proses implementasi di lapangan.
Perubahan tidak akan terjadi apabila guru sebagai pelaksana pendidikan tidak
atau belum melakukan perubahan tersebut. Dalam hal ini mungkin saja terjadi
pengimpangan dari apa yang diharapkan oleh kurikulum tersebut. Antisipasi terhadap
penyimpangan pelaksanaan kurikulum di lapangan dapat dilakukan jika telah
diketahui apa yang menjadi hambatan terhadap pelaksanaan kurikulum tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
Cuban, L. (1991). Curriculum Stability and
Change. Dalam Handbook of Research on Curriculum. New York : Macmillan Publishing Co.
Hasan, S. H. (1988). Evaluasi Kurikulum. Jakarta :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan P2LPTK.
Http://guruw.wordpress.com/2008/12/20/inovasi-pendidikan/
Rogers, E. M. (1983). Diffusion of Innovations.
New York : The Free Press, A Division of Macmillan Publishing Co. Inc.
Kunandar, ( 2007). Guru Frofesional Implementasi kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) dan sukses dalam sertifikasi
Guru. Jakarta:PT Raja
Grapindo Persada.
Fuad, I. (2005).
Dasar-dasar kependidikan . Jakarta. PT Rineka Cipta
No comments:
Post a Comment