Tuesday, January 14, 2020

Makalah Salafiyah dan Wahabiyah


MAKALAH




Salafiyah dan Wahabiyah
















Ditulis oleh:


HERIF DE RIFHARA, S.Pd.I, M.Pd.I

RIKI ARNAIDI, M. Ag

HOIRUL SALEH LUBIS

YOSERIZAL

M. AZWAR HARDI

IMRON WAHYUDI, S.Pd

MUHAMMAD SALEH LUBIS





SEKOLAH MUBALIGH IKMI
KOTA PEKANBARU
2020
DAFTAR ISI 
Kover
Daftar Isi...................................................................................................................... 2
Kata Pengantar............................................................................................................. 3
     A.    Pendahuluan..................................................................................................... 4
     B.     Pembahasan...................................................................................................... 5
a.       Salafiyah, Pendiri, Ajarannya dan Tokoh-Tokohnya................................. 5
b.      Wahabiyah, Pendiri, Ajarannya dan Tokoh-Tokohnya.............................. 7
Daftar Kepustakaan...................................................................................................... 11


KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt yang mengajarkan manusia dengan perantaraan kalam. Mengajarkan manusia dari yang tidak diketahuinya menjadi tahu tentang sesuatu hal dengan kalam tersebut.
Selawat dan salam ke atas junjungan Nabi besar kita Muhammad Saw yang telah diutus oleh Allah Swt kepada seluruh alam.
Semoga selawat dan salam juga tercurahkan ke atas keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikut beliau, dan juga pengikut-pengikut beliau SAW, yang ada di akhir zaman.
            Adapun selanjutnya dalam penulisan makalah pada mata kuliah Ilmu Kalam ini membahas tentang Salafiyah dan Wahabiyah.


A.           PENDAHULUAN
Utsman bin Affan R.A, adalah Khalifah ketiga setelah Umar bin Khattab R.A. Pada masa Utsman R.A dimulainya terbentuk sekte-sekte atau aliran-aliran dalam Islam, akan  tetapi terbentuknya sekte atau aliran dalam Islam belum begitu terasa. Masa Ali R.A-lah mulai tercium terbentuknya sebuah aliran yang disebut dengan Khawarij, yaitu kelompok yang keluar dari barisan Ali R.A. Keluarnya kelompok ini disebabkan karena peristiwa perang Jamal dan Perang Siffin. Ali R.A dianggap telah kafir oleh kelompok ini, karena beliau tidak mengambil tahanan perang dari peristiwa perang Jamal dan melakukan genjatan senjata dengan Muawiyah R.A yang dikenal dengan peristiwa Arbitrase atau Tahkim.[1] 
Sebagian besar pakar sejarah mengatakan, bahwa peristiwa Tahkimlah yang menjadi alasan kuat terbentuknya kelompok Khawarij. Ketika kelompok ini berkembang dengan membawa segala pemahamannya yang keliru, dan diantara pemahamannya itu adalah mengenai pelaku dosa besar yang sudah dianggap kafir dan halal darahnya dan masih banyak lagi pemahaman-pemahamannya yang keliru mengenai al-Quran dan Sunnah, sehingga mereka menghalalkan kekerasan dan radikalisme. Disebabkan aksi kelompok Khawarij inilah, maka terbentuk pula kelompok Syi’ah yang membela Ali R.A. untuk menetralisir Khawarij yang telah keluar dari barisan Ali R.A. Walaupun Syi’ah dan Khawarij adalah 2 kelompok yang saling bermusuhan, namun mereka sama-sama menentang kekuasan Bani Umayah.
Dalam suasana 3 kelompok yang saling bertentangan ini (Kelompok Khawrij, Syi’ah dan Kelompok yang membela Mua’wiyah), maka muncul kelompok Murji’ah yang tidak membela sana-sini. Ketika Murji’ah menyebarkan ajarannya, dan ajarannya tidak ada yang menerima, maka muncul pula kelompok Qadariyah, lalu Jabariyah kemudian Mu’tazilah. Terbentuknya kelompok-kelompok atau sekterian dalam Islam disebabkan adanya siklus reaksi-aksi-reaksi di mulai dari peristiwa Tahkim. Sampai munculnya istilah Ahlusunnah wal Jama’ah yang menginginkan kembali kepada al-Quran dan Sunnah dalam hal teologi maupun masalah fiqh[2] disertai dengan pemahaman para Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut dan Tabi’in.[3]
Saat ini muncul istilah Salafiyah dan Wahabiyah. Terbentuknya istilah ini, tentu adanya proses dari siklus aksi-reaksi-aksi yang sudah dimulai dari masa Ali R.A sampai saat ini. Istilah Salafiyah dan Wahabiyah, sebenarnya tidak perlu masuk ke pembahasan mata kuliah Ilmu Kalam. Karena Salafiyah dan Wahabiyah adalah produk lama dengan nama baru, apakah mereka bagian dari Khawrij, Syi’ah, Murji’ah, Qadariyah, Jabariyah, Mu’tazilah, Bathiniyah atau Ahlussunnah Wal Jama’ah dll. Oleh karena itu, mari menyimak penjelasan makalah yang ditulis ini.
B.            PEMBAHASAN
a.             SALAFIYAH, PENDIRI, AJARAN dan TOKOH-TOKOHNYA
Istilah Salafiyah sudah lama terdengar di telinga umat Islam yang menganut paham Ahlussunnah wal Jamaah.[4] akan tetapi, istilah Salafiyah dulu dan sekarang terdapat perbedaan. Dahulu di Indonesia istilah Salaf selalu dikaitkan dengan Pondok Pesantren yang hanya mengajarkan ilmu-ilmu agama dan tidak mengajarkan ilmu-ilmu umum, maka pondok pesantren itu sering dikenal dengan nama Pondok Pesantren Salafiyah yang  juga bisa bermakna Pondok Pesantren Tradisional, lawannya adalah Pondok Pesantren Modern.[5]
Salafiyah dulu dikenal dengan mengacu pada kosa kata bahasa Arab yang disebut Salaf yang memiliki arti terdahulu, lawannya adalah khalaf  yang artinya adalah kekinian/modern. Salaf secara etimologi adalah sesuatu yang berlalu dan mendahului, seperti ungkapan Salafas Syai-u, Salafan, artinya Madha (telah berlalu) dan as-salaf artinya kelompok pendahulu atau suatu kaum yang mendahului dalam perjalanan, maka istilah Salafiyah adalah seklompok orang-orang yang hidup pada masa kini yang mengikuti jejak orang-orang terdahulu yang sudah mendahuluinya.[6]
Istilah Salaf juga selalu dikaitkan dengan istilah Ulama Salafus Sholeh yang bermakna ulama-ulama terdahulu yang saleh. Sehingga ada istilah ulama salaf (terdahulu) dan ulama khalaf (kekinian). Disebut Ulama-Ulama Salaf, karena mereka hidup dimulai dari masa Nabi Muhammad Saw sampai akhir abad ke-4 H. Sedangkan ulama-ulama yang hidup diawal abad 4 H sampai dengan sekarang disebut dengan istilah ulama khalaf.[7] Oleh karena itu, pertanyaan mengenai siapa pendiri Salafiyah? maka menurut pemahaman yang berdasarkan defenisi di atas jawabannya adalah Nabi Muhammad Saw. Sebab kalau dilihat ulama-ulama salaf itu terdiri dari, Nabi Muhammad Saw sebagai ulama pertama, Sahabat, Tabi’in, Taibi’ut dan Tabi’in serta ulama-ulama yang hidup sampai akhir abad ke 4 H seperti; 4 Imam Mazhab Fiqh, dan ulama-ulama ahli hadis seperti Imam Bukhari, Muslim, Tarmidzi, Syaukani, At-Tabrani dll, serta ulama ahli sejarah seperti Imam Ath-Thobari, serta ulama yang fokus dalam bidang Tauhid seperti Ibnu Abi Zaid Al-Qairawany Al-Maliky Ibnu Baththah Al-‘Akbary dan masih banyak lagi. Oleh karena itu, orang-orang yang hidup pada masa saat ini yang menyatakan dirinya sebagai pengikut mazhab Syafi’i, maka dia adalah bagian dari Salafiyah yang bermazhab Syafi’i, sebab makna Salaf artinya terdahulu ditambah akhiran yah dalam bahasa Arab, maka mempunyai arti pengikut, sedangkan arti mazhab itu sendiri adalah metode. Dengan demikian, Salafiyah adalah nama lain dari Ahlussunnah wal Jama’ah, yang mana ajaran-ajarannya bermuara kepada Nabi Muhammad Saw dengan pemahaman para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut, Tabi’in serta ulama-ulama sebelum abad 4 H berakhir.
Pada saat ini istilah Salafiyah lebih dikenal oleh masyarakat adalah “sekolompok komunitas yang menyebut dirinya sebagai Salafiyah yang suka membid’ah-bid’ahkan ibadah seseorang” akan tetapi istilah yang berkembang di masyarakat ini adalah keliru besar, walaupun memang ada sekelompok komunitas yang sudah terbentuk yang menyatakan diri mereka adalah Salafiyah yang suka membid’ah-bid’ahkan ibadah seseorang. Mengenai kelompok yang menyatakan dirinya sebagai Salafiyah ini, akan berkaitan dengan istilah Wahabiyah.
b.             WAHABIYAH, PENDIRI, AJARANNYA dan TOKOH-TOKOHNYA
Ada dua nama yang dinisbahkan kepada istilah Wahabi, yaitu Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum wafat 211 H dan Muhammad bin Abdul Wahab At-Tamimi wafat 1206 H. Pengikut kelompok Wahabi yaitu Muhammad Bin Abdul Wahab at-Tamimi mereka menolak dikatakan sebagai Wahabi, karena istilah Wahabi yang disematkan kepada mereka adalah keliru besar, karena istilah Wahabi identik dengan radikalisasi yang pernah melanda Afrika dibawah pimpinan Wahab bin Rustum yang secara membabi buta membunuh seluruh kaum Muslimin yang tidak sepemahaman dengan mereka.
Dilansir dari laman koran online Kiblat Net, bahwa Sejarawan Islam Dr. Tiar Anwar Bachtiar menegaskan, vonis Muhammadiyah semestinya dinisbatkan kepada pengikut Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, bukan Wahabi.
“Penyebutan istilah Wahabi sebenarnya kuranglah tepat. Seharusnya kalau dinisbahkan kepada Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, maka semestinya bernama: Muhammadiyah,” ujar Dr. Tiar dalam acara perdana Ngobrol Bareng Sejarah Indonesia (NGOBRAS) di aula AQL Islamic Center, Tebet Jakarta Selatan, pada Sabtu, 19 September 2015.

Ketua Persatuan Pemuda PERSIS ini menjelaskan, mengenai nama Wahabi ini sengaja dipilih oleh para pembencinya. Tujuannya agar dikesankan negatif seperti gerakan Wahabiyah abad keempat di Maroko, yang dinahkodai seorang Khawarij bernama Wahab bin Rustum.
“Maka dari itu, kita harus berhati-hati dalam menggunakan istilah,” ujar Dr Tiar.[8]
Pendiri Wahabi yang dinisbahkan kepada Wahab Bin Rustum tentu pendirinya adalah Wahab bin Rustum yang mana ajarannya adalah Khawarij. Sedangkan pendiri Wahabi yang dinisbahkan kepada Muhammad bin Abdul Wahab at-Tamimi tentunya pendirinya adalah Muhammad bin Abdul Wahab at-Tamimi. Akan Tetapi, pendiri Wahabi yang dinisbahkan kepada Muhammad bin Abdul Wahab at-Tamimi menurut penulis kuranglah tepat, sebab kalau lebih ditelusuri secara mendalam, ajaran Muhammad bin Abdul Wahab At-Tamimi ini akan bermuara kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah 661 H-728 H [9], sedangkan ajaran Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah akan bermuara kepada Imam Ahmad bin Hambal 164 H-241 H.  Dengan kata lain wahabi yang dinisbahkan kepada Muhammad bin Abdul Wahab ini berasal dari Mazhab Imam Hambali. Dan Imam Hambali adalah salah satu ulama Ahlussunnah.[10] Maka corak ajarannya adalah Ahlussunnah wal Jama’ah yang bermazhab Hambali.
Ajaran Imam  Hambali mengajarkan bahwa al-Quran adalah Kalamu Allah, bukan Makhluk seperti yang didengung-dengungkan oleh Mu’tazilah, lebih lanjut beliau menyatakan bahwa apabila al-Quran dikatakan adalah makhluk maka dia telah sesat dan telah kafir, para pengikut imam Ahmad bin Hambalpun menolak sifat 20 Allah, sifat Jaiz, Mustahil dan Wajib Allah yang dicetuskan oleh imam Asy-‘Ary,[11]  pemahaman ini pun diikuti oleh seluruh pengikut Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab at-Tamimi.
Sejarah menyebutkan bahwa Imam Ahmad bin Hambal adalah ulama yang menentang paham Mu’tazilah. Dan para pengikut Hambali sendiripun sampai sekarang masih menentang Imam Asy-Ari, disebabkan Imam Asy-‘Ari sendiri adalah Ulama yang lahir dan tumbuh di kalangan orang-orang yang berpahaman Mu’tazilah, sehingga corak pemikirannya dipengaruhi oleh Mu’tazilah. Namun, dalam sejarah mencatat bahwa Imam Asy-‘Ari pada akhirnya bertobat dengan paham Mu’tazilahnya, menurutnya paham Mu’tazilah sudah jauh dari kaidah Al-Quran dan Sunnah. Hal ini disebabkan beliau berjumpa dengan Rasulullah Saw di dalam mimpi, di dalam mimpinya Rasulullah mengatakan “ikutilah ahlul hadis, karena merekalah yang benar”. Pada akhirnya beliaupun mengikuti Ahlussunnah wal Jama’ah dari kalangan ahlul hadis dan mendirikan Mazhab Teologi baru yang disebut Asy-Ariyah untuk membendung Mu’tazilah yang sudah disahkan dan disebarkan oleh Khalifah Al-Ma’mun.[12] Namun pada saat ini pertentangan antara Hambaliyah dan Asy-‘Ari kembali dimunculkan, Namun disayangkan untuk para pengikut Hambaliyah dinisbahkan kepada istilah Wahabi. Sehingga Wahabi dan Asy-Ari yang sengaja ditimbulkan lagi untuk menghacurkan Islam, sebagaimana yang disebutkan oleh Dr. Tiar Anwar Bachtiar yang dikutip oleh laman koran online Kiblat Net:
Menanggapi isu panasnya masalah konflik antara Wahabi dan Asy-Ari, Dr. Tiar melanjutkan, setidaknya ada dua hal mendasar yang menyebabkan isu ini memanas kembali.
Pertama, isu ini dipolitisasi sedemikian rupa oleh pihak berkepentingan untuk memecah-belah umat. Kedua, buntunya komunikasi umat.
Akibatnya, terjadi kesenjangan luar biasa di antara umat Islam. Apalagi, jika masalah khilafiyah furu`iyah (perbedaan pada masalah agama yang cabang bukan pokok, red) dibesar-besarkan, maka akan menjadi semakin runyam.
Di akhir pembicaraan ia meminta agar umat islam bisa menjaga persatuan dan tidak terpengaruh dengan istilah-istilah provokatif. Ketiga, pentingnya menjalin komunikasi yang baik antar umat Islam.[13]

Ajaran Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa Allah bersemayam di atas Arsy, namun bersemayamnya Allah tidak sama seperti Makhluk, Allah mempunyai tangan namun tangannya Allah tidak sama seperti makhluk, dan pemahaman inipun juga diikuti oleh para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab At-Tamimi. Selain itu Ibnu Taimiyah juga mengajarkan mengenai Tauhid Rububiyah, Uluhiyah, dan Asma Wa sifat, namun ternyata ajaran ini berasal dari Ibnu Abi Zaid Al-Qairawany Al-Maliky (wafat th. 386 H) dan Ibnu Baththah Al-‘Akbary (wafat th. 387 H).[14] Kedua Ulama ini adalah salah satu diantara ulama salafus soleh.
Sesuatu yang menggelikan dan juga aneh, yang datang dari orang-orang yang ada pada masa saat ini yang tidak suka dengan dengan pemahaman Ibnu Taimiyah, justru menuduh Ibnu Taimiyah sebagai dedengkot Wahabi dalam hal ini adalah Wahabinya Muhammad bin Abdul Wahab at-Tamimi. Padahal istilah Wahabinya  Muhammad bin Abdul Wahab at-Tamimi itu adalah sesuatu yang baru yang tidak dikenal di masa Ibnu Taimiyah, karena Ibnu Taimiyah lebih tua dari pada Muhammad bin Abdul Wahab at-Tamimi dan rentang waktu dari ke-2 tokoh ini sangatlah amat  jauh.
Adapun Tokoh-Tokoh Wahabiyah yang dinisbahkan kepada Wahab bin Rustum maka para tokohnya adalah Wahab bin Rustum sendiri. Sedangkan tokoh-tokoh wahabi yang dinisbahkan kepada Muhammad bin Abdul Wahab at-Tamimi, bagi kami penulis sangat sulit untuk menentukan siapa saja tokoh-tokoh Wahabiyah yang dinisbahkan kepada Muhammad bin Abdul Wahab at-Tamimi, karena Muhammad bin Abdul Wahab at-Tamimi sendiri bermazhab Hambali. Namun, karena sudah dianggap sebagai suatu firqah yang baru, maka penulis akan mencatumkan tokoh-tokoh para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab at-Tamimi
1.      Raja pertama Saudi yaitu Muhammad Bin Saud s/d Raja yang sekarang
2.      Muhammad bin Abdul Wahab At-Tamimi (1115 - 1206 H)
3.      Dr. Shalih bin Fauzan bin Abdillah Al-Fauzan (Lahir 1354 H)
4.      Syaikh DR. Rabi' bin Hadi al-Madkhali (lahir 1932 M)
5.      Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
6.      Penulis buku La Tahzan yaitu ‘Aid al-Qorni dan masih banyak lagi
Sedangkan tokoh-tokohnya di Indonesia, ada yang menyebutkan bahwa tokoh-tokoh pergerakan para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab at-Tamimi sudah dimulai pada masa perang Padri, hal ini diungkapkan oleh penulis buku yang berjudul “Pongki Nainggolan Sinambela gelar Tuanku Rao, Teror Agama Islam Mazhab Hambali Di Tanah Batak 1816-1833” yang ditulis oleh Mangaradja Onggang Parlindungan Siregar. Buku yang menghebohkan tahun 1964 ini sempat ditarik dari peredaran, diterbitkan lagi di tahun 2007 dengan penerbit yang berbeda.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Abdullah bin Abdul Hamid al-Atsari (2006), Intisari Aqidah Ahlussunah wal Jama’ah, Penerjemah Farid bin Muhammad Bathathy. Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i.

Azyumardi Azra (2012), Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium II, Jakarta: KENCANA.

Dr. H. Abdul Majid Khon, M,Ag (2015), Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah.

Dr. H. Syamruddin Nasution, M.Ag (2011),  Arbitrase Menjadi Penyebab Timbulnya Sekte-Sekte Dalam Islam, Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau.

M. Amin Nurdin & Afifi Fauzi Abbas (2012), Sejarah Pemikiran Islam Teologi Ilmu Kalam, Jakarta: Amzah.

Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi (2007), Khawarij dan Syiah Dalam Timbangan Ahlussunnah wal Jamaah, Terj Masturi Irham & Malik Supar. Jakarta, Pustaka Al-Kautsar.

Tim Riset dan Studi Islam Mesir (2013), Ensiklopedi Sejarah Islam Jilid 1 terj, Arif Munandar Riswato: Pustaka Al-Kautsar.


https://www.kiblat.net/2015/09/21/bukan-wahabi-bila-dinisbahkan-pada-syeikh-muhammad-bin-abdul-wahhab-tapi-muhammadiyah/






[1] Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi, Khawarij dan Syiah Dalam Timbangan Ahlussunnah wal Jamaah, penerjemah Masturi Irham & Malik Supar. Jakarta, Pustaka Al-Kautsar: 2007 dan Dr. H. Syamruddin Nasution, M.Ag, Arbitrase Menjadi Penyebab Timbulnya Sekte-Sekte Dalam Islam, Pekanbaru, Yayasan Pusaka Riau: 2011.
[2] Secara Umum Mazhab dalam Islam terbagi menjadi 2 yaitu Mazhab Teologi dan Mazhab Fiqh. Teologi lebih membahas masalah tentang Ketuhanan, Perbuatan baik dan buruk itu seperti apa, tentang ruh, lebih bersifat kepada hal-hal yang diyakini tapi tidak nampak. Sedangkan mazhab fiqh adalah tata cara atau kaifiat ibadah yang sudah diistimbatkan oleh ulama-ulama fiqh,  lebih bersifat ke pelaksanan dalam tata cara beribadah.
[3] Kata pengantar Fachry Ali dalam M. Amin Nurdin & Afifi Fauzi Abbas, Sejarah Pemikiran Islam, Jakarta, Amzah: 2012.
[4] Dalam buku Sejarah Pemikiran Islam Teologi Ilmu Kalam yang ditulis oleh Tim Editor Penerbit Amzah 2012, mengatakan bahwa Teologi Ahlussuuna Wal Jama’ah dicetuskan pertama kali oleh Imam Ahmad bin Hambal, karena beliau adalah orang yang paling lantang menyeru untuk kembali kepada al-Quran dan Sunnah, ketika umat Islam dengan berbagai pemahaman Teologi yang dianggapnya sudah melenceng dari koridor al-Quran dan Sunnah. Lihat juga dalam buku Ensiklopedi Sejarah Islam Jilid 1 Bab Khilafah Abbasiyah, Sub Bab Kematian Khalifah Harun Al-Rasyid s/d Sub Bab Khalifah Al-Mutawakkil.
[5] Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan Milenium II, Jakarta, KENCANA: 2012. h. 129.
[6] Abdullah bin Abdul Hamid al-Atsari, Intisari Aqidah Ahlussunah wal Jama’ah, Penerjemah Farid bin Muhammad Bathathy. Jakarta, Pustaka Imam Syafi’i: 2006. h. 41.
[7] Dr. H. Abdul Majid Khon, M,Ag, Ulumul Hadis. Jakarta, Amzah: 2015. h. 65.
[8] https://www.kiblat.net/2015/09/21/bukan-wahabi-bila-dinisbahkan-pada-syeikh-muhammad-bin-abdul-wahhab-tapi-muhammadiyah/
[9] Ibnu Taimiyah adalah ulama khalaf  yang dulunya ikut berjuang melawan bangsa Mongol yang terjadi pada tahun 702 H di Negeri Syam. Bersama sisa-sisa pasukan Dinasti Abbas, Sultan Dinasti Mamluk, Ibnu Taimiyah berjihad melawan Ghazan.

[11] Lihat Ensiklopedi Sejarah Islam Jilid 1 di tulis oleh Tim Riset dan Studi Islam Mesir diterj, Arif Munandar Riswato, Pustaka Al-Kautsar, 2013. h. 285.
[12] Lihat Ensiklopedi Sejarah Islam Jilid 1, Ibid. Dan Sejarah Pemikiran Islam Teologi Ilmu Kalam yang ditulis oleh Tim Editor Penerbit Amzah 2012. Sifat 20, sifat Jaiz, Wajib dan Mustahil Allah yang dicetuskan oleh Imam Asy’Ari tersebut sebenarnya untuk membendung pemahaman Mu’tazilah yang mengatakan bahwa Allah tidak mempunyai sifat.
[13] Kiblat Net, loc. cit.
[14] https://konsultasisyariah.com/911-darimanakah-asal-usul-pembagian-3-tauhid.html/ Ibnu Abi Zaid Al-Qairawany Al-Maliky dalam  kitab beliau  berjudul Ar-Risalah Al-Fiqhiyyah, h. 75. Dan Ibnu Baththah Al-‘Akbary di dalam kitab beliau yang berjudul Al-Ibanah ‘an Syariatil Firqatin Najiyyah wa Mujanabatil Firaq Al-Madzmumah jilid 5, h 475.

No comments: