MAKALAH
Salafiyah dan Wahabiyah
Ditulis oleh:
HERIF DE RIFHARA, S.Pd.I, M.Pd.I
RIKI ARNAIDI, M. Ag
HOIRUL SALEH LUBIS
YOSERIZAL
M. AZWAR HARDI
M. AZWAR HARDI
IMRON WAHYUDI, S.Pd
MUHAMMAD SALEH LUBIS
MUHAMMAD SALEH LUBIS
SEKOLAH MUBALIGH IKMI
KOTA PEKANBARU
2020
DAFTAR ISI
Kover
Daftar
Isi...................................................................................................................... 2
Kata
Pengantar............................................................................................................. 3
A.
Pendahuluan..................................................................................................... 4
B.
Pembahasan...................................................................................................... 5
a.
Salafiyah,
Pendiri, Ajarannya dan Tokoh-Tokohnya................................. 5
b.
Wahabiyah,
Pendiri, Ajarannya dan Tokoh-Tokohnya.............................. 7
Daftar
Kepustakaan...................................................................................................... 11
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt yang mengajarkan
manusia dengan perantaraan kalam. Mengajarkan manusia dari yang tidak
diketahuinya menjadi tahu tentang sesuatu hal dengan kalam tersebut.
Selawat dan salam ke atas junjungan Nabi besar kita Muhammad Saw yang telah
diutus oleh Allah Swt kepada seluruh alam.
Semoga selawat dan salam juga
tercurahkan ke atas keluarga, sahabat, dan pengikut-pengikut beliau, dan juga
pengikut-pengikut beliau SAW, yang ada di akhir zaman.
Adapun
selanjutnya dalam penulisan makalah pada mata kuliah Ilmu Kalam ini membahas
tentang Salafiyah dan Wahabiyah.
A.
PENDAHULUAN
Utsman bin Affan R.A, adalah Khalifah ketiga setelah Umar bin
Khattab R.A. Pada masa Utsman R.A dimulainya terbentuk sekte-sekte atau
aliran-aliran dalam Islam, akan tetapi
terbentuknya sekte atau aliran dalam Islam belum begitu terasa. Masa Ali
R.A-lah mulai tercium terbentuknya sebuah aliran yang disebut dengan Khawarij,
yaitu kelompok yang keluar dari barisan Ali R.A. Keluarnya kelompok ini disebabkan
karena peristiwa perang Jamal dan Perang Siffin. Ali R.A dianggap telah kafir
oleh kelompok ini, karena beliau tidak mengambil tahanan perang dari peristiwa
perang Jamal dan melakukan genjatan senjata dengan Muawiyah R.A yang dikenal
dengan peristiwa Arbitrase atau Tahkim.[1]
Sebagian besar pakar sejarah mengatakan, bahwa peristiwa Tahkimlah
yang menjadi alasan kuat terbentuknya kelompok Khawarij. Ketika kelompok ini
berkembang dengan membawa segala pemahamannya yang keliru, dan diantara
pemahamannya itu adalah mengenai pelaku dosa besar yang sudah dianggap kafir
dan halal darahnya dan masih banyak lagi pemahaman-pemahamannya yang keliru
mengenai al-Quran dan Sunnah, sehingga mereka menghalalkan kekerasan dan
radikalisme. Disebabkan aksi kelompok Khawarij inilah, maka terbentuk pula
kelompok Syi’ah yang membela Ali R.A. untuk menetralisir Khawarij yang telah
keluar dari barisan Ali R.A. Walaupun Syi’ah dan Khawarij adalah 2 kelompok
yang saling bermusuhan, namun mereka sama-sama menentang kekuasan Bani Umayah.
Dalam suasana 3 kelompok yang saling bertentangan ini (Kelompok
Khawrij, Syi’ah dan Kelompok yang membela Mua’wiyah), maka muncul kelompok
Murji’ah yang tidak membela sana-sini. Ketika Murji’ah menyebarkan ajarannya,
dan ajarannya tidak ada yang menerima, maka muncul pula kelompok Qadariyah,
lalu Jabariyah kemudian Mu’tazilah. Terbentuknya kelompok-kelompok atau
sekterian dalam Islam disebabkan adanya siklus reaksi-aksi-reaksi di mulai dari
peristiwa Tahkim. Sampai munculnya istilah Ahlusunnah wal Jama’ah yang
menginginkan kembali kepada al-Quran dan Sunnah dalam hal teologi maupun
masalah fiqh[2]
disertai dengan pemahaman para Sahabat, Tabi’in dan Tabi’ut dan Tabi’in.[3]
Saat
ini muncul istilah Salafiyah dan Wahabiyah. Terbentuknya istilah ini, tentu adanya
proses dari siklus aksi-reaksi-aksi yang sudah dimulai dari masa Ali R.A
sampai saat ini. Istilah Salafiyah dan Wahabiyah, sebenarnya tidak perlu masuk
ke pembahasan mata kuliah Ilmu Kalam. Karena Salafiyah dan Wahabiyah adalah
produk lama dengan nama baru, apakah mereka bagian dari Khawrij, Syi’ah,
Murji’ah, Qadariyah, Jabariyah, Mu’tazilah, Bathiniyah atau Ahlussunnah Wal
Jama’ah dll. Oleh karena itu, mari menyimak penjelasan makalah yang ditulis
ini.
B.
PEMBAHASAN
a.
SALAFIYAH, PENDIRI, AJARAN dan TOKOH-TOKOHNYA
Istilah
Salafiyah sudah lama terdengar di telinga umat Islam yang menganut paham
Ahlussunnah wal Jamaah.[4]
akan tetapi, istilah Salafiyah dulu dan sekarang terdapat perbedaan. Dahulu di
Indonesia istilah Salaf selalu dikaitkan dengan Pondok Pesantren yang hanya
mengajarkan ilmu-ilmu agama dan tidak mengajarkan ilmu-ilmu umum, maka pondok
pesantren itu sering dikenal dengan nama Pondok Pesantren Salafiyah yang juga bisa bermakna Pondok Pesantren Tradisional,
lawannya adalah Pondok Pesantren Modern.[5]
Salafiyah
dulu dikenal dengan mengacu pada kosa kata bahasa Arab yang disebut Salaf
yang memiliki arti terdahulu, lawannya adalah khalaf yang artinya adalah kekinian/modern. Salaf
secara etimologi adalah sesuatu yang berlalu dan mendahului, seperti ungkapan Salafas
Syai-u, Salafan, artinya Madha (telah berlalu) dan as-salaf
artinya kelompok pendahulu atau suatu kaum yang mendahului dalam perjalanan,
maka istilah Salafiyah adalah seklompok orang-orang yang hidup pada masa kini
yang mengikuti jejak orang-orang terdahulu yang sudah mendahuluinya.[6]
Istilah
Salaf juga selalu dikaitkan dengan istilah Ulama Salafus Sholeh yang bermakna ulama-ulama
terdahulu yang saleh. Sehingga ada istilah ulama salaf (terdahulu) dan
ulama khalaf (kekinian). Disebut Ulama-Ulama Salaf, karena mereka hidup dimulai
dari masa Nabi Muhammad Saw sampai akhir abad ke-4 H. Sedangkan ulama-ulama
yang hidup diawal abad 4 H sampai dengan sekarang disebut dengan istilah ulama
khalaf.[7]
Oleh karena itu, pertanyaan mengenai siapa pendiri Salafiyah? maka menurut
pemahaman yang berdasarkan defenisi di atas jawabannya adalah Nabi Muhammad
Saw. Sebab kalau dilihat ulama-ulama salaf itu terdiri dari, Nabi Muhammad Saw
sebagai ulama pertama, Sahabat, Tabi’in, Taibi’ut dan Tabi’in serta ulama-ulama
yang hidup sampai akhir abad ke 4 H seperti; 4 Imam Mazhab Fiqh, dan
ulama-ulama ahli hadis seperti Imam Bukhari, Muslim, Tarmidzi, Syaukani,
At-Tabrani dll, serta ulama ahli sejarah seperti Imam Ath-Thobari, serta ulama
yang fokus dalam bidang Tauhid seperti Ibnu Abi Zaid
Al-Qairawany Al-Maliky Ibnu Baththah Al-‘Akbary dan
masih banyak lagi. Oleh karena itu, orang-orang yang hidup pada masa saat ini
yang menyatakan dirinya sebagai pengikut mazhab Syafi’i, maka dia adalah bagian
dari Salafiyah yang bermazhab Syafi’i, sebab makna Salaf artinya terdahulu
ditambah akhiran yah dalam bahasa Arab, maka mempunyai arti pengikut, sedangkan
arti mazhab itu sendiri adalah metode. Dengan demikian, Salafiyah adalah nama
lain dari Ahlussunnah wal Jama’ah, yang mana ajaran-ajarannya bermuara kepada
Nabi Muhammad Saw dengan pemahaman para Sahabat, Tabi’in, Tabi’ut, Tabi’in
serta ulama-ulama sebelum abad 4 H berakhir.
Pada saat ini istilah Salafiyah lebih dikenal oleh masyarakat adalah
“sekolompok komunitas yang menyebut dirinya sebagai Salafiyah yang suka
membid’ah-bid’ahkan ibadah seseorang” akan tetapi istilah yang berkembang
di masyarakat ini adalah keliru besar, walaupun memang ada sekelompok komunitas
yang sudah terbentuk yang menyatakan diri mereka adalah Salafiyah yang suka
membid’ah-bid’ahkan ibadah seseorang. Mengenai kelompok yang menyatakan dirinya
sebagai Salafiyah ini, akan berkaitan dengan istilah Wahabiyah.
b.
WAHABIYAH, PENDIRI, AJARANNYA dan TOKOH-TOKOHNYA
Ada
dua nama yang dinisbahkan kepada istilah Wahabi, yaitu Abdul Wahab bin Abdurrahman bin Rustum wafat 211 H dan Muhammad
bin Abdul Wahab At-Tamimi wafat 1206 H. Pengikut
kelompok Wahabi yaitu Muhammad Bin Abdul Wahab at-Tamimi mereka menolak
dikatakan sebagai Wahabi, karena istilah Wahabi yang disematkan kepada mereka
adalah keliru besar, karena istilah Wahabi identik dengan radikalisasi yang
pernah melanda Afrika dibawah pimpinan Wahab bin Rustum yang secara membabi
buta membunuh seluruh kaum Muslimin yang tidak sepemahaman dengan mereka.
Dilansir
dari laman koran online Kiblat Net, bahwa Sejarawan Islam Dr. Tiar Anwar
Bachtiar menegaskan, vonis Muhammadiyah semestinya dinisbatkan kepada pengikut
Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, bukan Wahabi.
“Penyebutan
istilah Wahabi sebenarnya kuranglah tepat. Seharusnya kalau dinisbahkan kepada
Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab, maka semestinya bernama: Muhammadiyah,”
ujar Dr. Tiar dalam acara perdana Ngobrol Bareng Sejarah Indonesia
(NGOBRAS) di aula AQL Islamic Center, Tebet Jakarta Selatan, pada Sabtu, 19
September 2015.
Ketua Persatuan Pemuda PERSIS ini menjelaskan,
mengenai nama Wahabi ini sengaja dipilih oleh para pembencinya. Tujuannya agar
dikesankan negatif seperti gerakan Wahabiyah abad keempat di Maroko, yang
dinahkodai seorang Khawarij bernama Wahab bin Rustum.
“Maka dari itu, kita harus berhati-hati dalam
menggunakan istilah,” ujar Dr Tiar.[8]
Pendiri Wahabi yang
dinisbahkan kepada Wahab Bin Rustum tentu pendirinya adalah Wahab bin
Rustum yang mana ajarannya adalah Khawarij. Sedangkan pendiri Wahabi yang
dinisbahkan kepada Muhammad bin Abdul Wahab at-Tamimi tentunya pendirinya
adalah Muhammad bin Abdul Wahab at-Tamimi. Akan Tetapi, pendiri Wahabi yang
dinisbahkan kepada Muhammad bin Abdul Wahab at-Tamimi menurut penulis kuranglah
tepat, sebab kalau lebih ditelusuri secara mendalam, ajaran Muhammad bin
Abdul Wahab At-Tamimi ini akan bermuara kepada Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
661 H-728 H [9],
sedangkan ajaran Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah akan bermuara kepada Imam Ahmad
bin Hambal 164 H-241 H. Dengan
kata lain wahabi yang dinisbahkan kepada Muhammad bin Abdul Wahab ini berasal
dari Mazhab Imam Hambali. Dan Imam Hambali adalah salah satu ulama Ahlussunnah.[10] Maka
corak ajarannya adalah Ahlussunnah wal Jama’ah yang bermazhab Hambali.
Ajaran Imam
Hambali mengajarkan bahwa al-Quran adalah Kalamu Allah, bukan
Makhluk seperti yang didengung-dengungkan oleh Mu’tazilah, lebih lanjut beliau menyatakan
bahwa apabila al-Quran dikatakan adalah makhluk maka dia telah sesat dan telah
kafir, para pengikut imam Ahmad bin Hambalpun menolak sifat 20 Allah, sifat Jaiz,
Mustahil dan Wajib Allah yang dicetuskan oleh imam Asy-‘Ary,[11] pemahaman ini pun diikuti oleh seluruh pengikut
Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahab at-Tamimi.
Sejarah menyebutkan bahwa Imam Ahmad bin Hambal
adalah ulama yang menentang paham Mu’tazilah. Dan para pengikut Hambali sendiripun
sampai sekarang masih menentang Imam Asy-Ari, disebabkan Imam Asy-‘Ari sendiri
adalah Ulama yang lahir dan tumbuh di kalangan orang-orang yang berpahaman
Mu’tazilah, sehingga corak pemikirannya dipengaruhi oleh Mu’tazilah. Namun,
dalam sejarah mencatat bahwa Imam Asy-‘Ari pada akhirnya bertobat dengan paham
Mu’tazilahnya, menurutnya paham Mu’tazilah sudah jauh dari kaidah Al-Quran dan
Sunnah. Hal ini disebabkan beliau berjumpa dengan Rasulullah Saw di dalam
mimpi, di dalam mimpinya Rasulullah mengatakan “ikutilah ahlul hadis, karena
merekalah yang benar”. Pada akhirnya beliaupun mengikuti Ahlussunnah wal
Jama’ah dari kalangan ahlul hadis dan mendirikan Mazhab Teologi baru yang
disebut Asy-Ariyah untuk membendung Mu’tazilah yang sudah disahkan dan
disebarkan oleh Khalifah Al-Ma’mun.[12] Namun
pada saat ini pertentangan antara Hambaliyah dan Asy-‘Ari kembali dimunculkan, Namun
disayangkan untuk para pengikut Hambaliyah dinisbahkan kepada istilah Wahabi.
Sehingga Wahabi dan Asy-Ari yang sengaja ditimbulkan lagi untuk menghacurkan
Islam, sebagaimana yang disebutkan oleh Dr. Tiar Anwar Bachtiar yang dikutip
oleh laman koran online Kiblat Net:
Menanggapi
isu panasnya masalah konflik antara Wahabi dan Asy-Ari, Dr. Tiar melanjutkan,
setidaknya ada dua hal mendasar yang menyebabkan isu ini memanas kembali.
Pertama, isu
ini dipolitisasi sedemikian rupa oleh pihak berkepentingan untuk memecah-belah
umat. Kedua, buntunya komunikasi umat.
Akibatnya,
terjadi kesenjangan luar biasa di antara umat Islam. Apalagi, jika masalah
khilafiyah furu`iyah (perbedaan pada masalah agama yang cabang bukan pokok,
red) dibesar-besarkan, maka akan menjadi semakin runyam.
Di akhir
pembicaraan ia meminta agar umat islam bisa menjaga persatuan dan tidak
terpengaruh dengan istilah-istilah provokatif. Ketiga, pentingnya menjalin
komunikasi yang baik antar umat Islam.[13]
Ajaran Ibnu Taimiyah
mengatakan bahwa Allah bersemayam di atas Arsy, namun bersemayamnya Allah tidak
sama seperti Makhluk, Allah mempunyai tangan namun tangannya Allah tidak sama
seperti makhluk, dan pemahaman inipun juga diikuti oleh para pengikut Muhammad
bin Abdul Wahab At-Tamimi. Selain itu Ibnu Taimiyah juga mengajarkan mengenai Tauhid
Rububiyah, Uluhiyah, dan Asma Wa sifat, namun ternyata ajaran ini berasal dari Ibnu Abi Zaid Al-Qairawany Al-Maliky (wafat th. 386 H) dan Ibnu
Baththah Al-‘Akbary (wafat th. 387 H).[14] Kedua Ulama ini adalah salah
satu diantara ulama salafus soleh.
Sesuatu yang menggelikan dan juga aneh, yang
datang dari orang-orang yang ada pada masa saat ini yang tidak suka dengan dengan
pemahaman Ibnu Taimiyah, justru menuduh Ibnu Taimiyah sebagai dedengkot Wahabi
dalam hal ini adalah Wahabinya Muhammad bin Abdul Wahab at-Tamimi. Padahal
istilah Wahabinya Muhammad bin Abdul
Wahab at-Tamimi itu adalah sesuatu yang baru yang tidak dikenal di masa Ibnu
Taimiyah, karena Ibnu Taimiyah lebih tua dari pada Muhammad bin Abdul Wahab
at-Tamimi dan rentang waktu dari ke-2 tokoh ini sangatlah amat jauh.
Adapun Tokoh-Tokoh Wahabiyah yang
dinisbahkan kepada Wahab bin Rustum maka para tokohnya adalah Wahab bin Rustum
sendiri. Sedangkan tokoh-tokoh wahabi yang dinisbahkan kepada Muhammad bin
Abdul Wahab at-Tamimi, bagi kami penulis sangat sulit untuk menentukan siapa
saja tokoh-tokoh Wahabiyah yang dinisbahkan kepada Muhammad bin Abdul Wahab
at-Tamimi, karena Muhammad bin Abdul Wahab at-Tamimi sendiri bermazhab Hambali.
Namun, karena sudah dianggap sebagai suatu firqah yang baru, maka penulis akan
mencatumkan tokoh-tokoh para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab at-Tamimi
1.
Raja pertama
Saudi yaitu Muhammad Bin Saud s/d Raja yang
sekarang
2. Muhammad bin Abdul Wahab At-Tamimi (1115
- 1206 H)
4.
Syaikh DR. Rabi' bin
Hadi al-Madkhali (lahir 1932 M)
5. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
6. Penulis buku La Tahzan yaitu ‘Aid al-Qorni dan masih banyak lagi
Sedangkan tokoh-tokohnya di Indonesia, ada yang
menyebutkan bahwa tokoh-tokoh pergerakan para pengikut Muhammad bin Abdul Wahab
at-Tamimi sudah dimulai pada masa perang Padri, hal ini diungkapkan oleh penulis
buku yang berjudul “Pongki Nainggolan Sinambela gelar Tuanku Rao, Teror
Agama Islam Mazhab Hambali Di Tanah Batak 1816-1833” yang ditulis oleh Mangaradja
Onggang Parlindungan Siregar. Buku yang menghebohkan tahun 1964 ini sempat
ditarik dari peredaran, diterbitkan lagi di tahun 2007 dengan penerbit yang berbeda.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Abdullah bin Abdul Hamid al-Atsari (2006), Intisari Aqidah
Ahlussunah wal Jama’ah, Penerjemah Farid bin Muhammad Bathathy. Jakarta: Pustaka
Imam Syafi’i.
Azyumardi Azra (2012), Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi
di Tengah Tantangan Milenium II, Jakarta: KENCANA.
Dr.
H. Abdul Majid Khon, M,Ag (2015), Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah.
Dr. H. Syamruddin Nasution, M.Ag (2011), Arbitrase Menjadi Penyebab
Timbulnya Sekte-Sekte Dalam Islam, Pekanbaru: Yayasan Pusaka Riau.
M. Amin Nurdin & Afifi Fauzi Abbas (2012), Sejarah Pemikiran
Islam Teologi Ilmu Kalam, Jakarta: Amzah.
Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi (2007), Khawarij dan Syiah
Dalam Timbangan Ahlussunnah wal Jamaah, Terj Masturi Irham & Malik
Supar. Jakarta, Pustaka Al-Kautsar.
Tim Riset dan Studi Islam Mesir (2013), Ensiklopedi Sejarah Islam
Jilid 1 terj, Arif Munandar Riswato: Pustaka Al-Kautsar.
https://www.kiblat.net/2015/09/21/bukan-wahabi-bila-dinisbahkan-pada-syeikh-muhammad-bin-abdul-wahhab-tapi-muhammadiyah/
[1]
Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi, Khawarij dan Syiah Dalam Timbangan
Ahlussunnah wal Jamaah, penerjemah Masturi Irham & Malik Supar.
Jakarta, Pustaka Al-Kautsar: 2007 dan Dr. H. Syamruddin Nasution, M.Ag, Arbitrase
Menjadi Penyebab Timbulnya Sekte-Sekte Dalam Islam, Pekanbaru, Yayasan
Pusaka Riau: 2011.
[2]
Secara Umum Mazhab dalam Islam terbagi menjadi 2 yaitu Mazhab Teologi dan
Mazhab Fiqh. Teologi lebih membahas masalah tentang Ketuhanan, Perbuatan baik
dan buruk itu seperti apa, tentang ruh, lebih bersifat kepada hal-hal yang
diyakini tapi tidak nampak. Sedangkan mazhab fiqh adalah tata cara atau kaifiat
ibadah yang sudah diistimbatkan oleh ulama-ulama fiqh, lebih bersifat ke pelaksanan dalam tata cara
beribadah.
[3] Kata
pengantar Fachry Ali dalam M. Amin Nurdin & Afifi Fauzi Abbas, Sejarah
Pemikiran Islam, Jakarta, Amzah: 2012.
[4]
Dalam buku Sejarah Pemikiran Islam Teologi Ilmu Kalam yang ditulis oleh Tim
Editor Penerbit Amzah 2012, mengatakan bahwa Teologi Ahlussuuna Wal Jama’ah
dicetuskan pertama kali oleh Imam Ahmad bin Hambal, karena
beliau adalah orang yang paling lantang menyeru untuk kembali kepada
al-Quran dan Sunnah, ketika umat Islam dengan berbagai pemahaman Teologi
yang dianggapnya sudah melenceng dari koridor al-Quran dan Sunnah. Lihat juga dalam buku
Ensiklopedi Sejarah Islam Jilid 1 Bab Khilafah Abbasiyah, Sub Bab Kematian
Khalifah Harun Al-Rasyid s/d Sub Bab Khalifah Al-Mutawakkil.
[5]
Azyumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi di Tengah Tantangan
Milenium II, Jakarta, KENCANA: 2012. h. 129.
[6]
Abdullah bin Abdul Hamid al-Atsari, Intisari Aqidah Ahlussunah wal Jama’ah,
Penerjemah Farid bin Muhammad Bathathy. Jakarta, Pustaka Imam Syafi’i: 2006. h.
41.
[7] Dr.
H. Abdul Majid Khon, M,Ag, Ulumul Hadis. Jakarta, Amzah: 2015. h.
65.
[8]
https://www.kiblat.net/2015/09/21/bukan-wahabi-bila-dinisbahkan-pada-syeikh-muhammad-bin-abdul-wahhab-tapi-muhammadiyah/
[9]
Ibnu Taimiyah adalah ulama khalaf yang
dulunya ikut berjuang melawan bangsa Mongol yang terjadi pada tahun 702 H di
Negeri Syam. Bersama sisa-sisa pasukan Dinasti Abbas, Sultan Dinasti Mamluk,
Ibnu Taimiyah berjihad melawan Ghazan.
[11]
Lihat Ensiklopedi Sejarah Islam Jilid 1 di tulis oleh Tim Riset dan Studi Islam
Mesir diterj, Arif Munandar Riswato, Pustaka Al-Kautsar, 2013. h. 285.
[12]
Lihat Ensiklopedi Sejarah Islam Jilid 1, Ibid. Dan Sejarah Pemikiran
Islam Teologi Ilmu Kalam yang ditulis oleh Tim Editor Penerbit Amzah 2012.
Sifat 20, sifat Jaiz, Wajib dan Mustahil Allah yang dicetuskan oleh Imam
Asy’Ari tersebut sebenarnya untuk membendung pemahaman Mu’tazilah yang
mengatakan bahwa Allah tidak mempunyai sifat.
[13]
Kiblat Net, loc. cit.
[14] https://konsultasisyariah.com/911-darimanakah-asal-usul-pembagian-3-tauhid.html/ Ibnu Abi Zaid Al-Qairawany Al-Maliky dalam
kitab beliau berjudul Ar-Risalah Al-Fiqhiyyah, h. 75. Dan Ibnu Baththah Al-‘Akbary di dalam kitab beliau yang
berjudul Al-Ibanah ‘an Syariatil Firqatin Najiyyah wa Mujanabatil Firaq Al-Madzmumah
jilid 5, h 475.
No comments:
Post a Comment