makalah FILSAFAT ANSELMUS
Oleh:
Herif De Rifhara
Kata Pengantar
Tidak sedikit orang yang dibuat bingung tatkala berjumpa dengan istilah “abad
pertengahan.” letak persoalannya pada kurun waktunya. Pertanyaannya, dari kapan
hingga kapankah abad pertengahan itu sebenarnya?
Terlebih dahulu perlu kita tegaskan di sini, abad pertengahan lebih
merupakan bagian dari sejarah peradaban Eropa.
Itulah sebabnya orang-orang yang tidak mempelajari sejarah Eropa mudah
memahaminya dengan rancu. Pada umumnya disepakati bahwa abad pertengahan
meliputi kurun waktu antara abad 5 hingga abad 16, sekitar sebelas abad
lamanya. Kurun waktu tersebut ditandai dengan bersatunya kembali daerah-daerah
bekas Romawi Barat yang diprakarsai oleh raja Charlemagne sampai dengan
munculnya monarki-monarki nasional di Eropa. (http://en.wikipedia.org/wiki/Middle_Ages)
Pada abad pertengahan terjadi kebangkitan religius di Eropa, yakni
kekristenan. Hampir seluruh sisi kehidupan umat manusia dipengaruhi secara
kental oleh religius. Bahkan, pengaruh agama sampai memasuki dunia politik.
Agama berkembang pesat dan mendapatkan tempat yang utama. Kita tidak boleh
melupakan slogan pada zaman itu, theology is queen of
sciences. (Henry M. Morris, The Biblical Basic
for Modern Science (Grand Rapids: Baker,1984), hl. 25-26.) Slogan ini
menandakan bahwa segala disiplin ilmu lain di luar teologia adalah sekunder.
Bukan itu saja, disiplin-disiplin ilmu lainnya mesti tunduk dan mengabdi diri
kepada teologia. Jelas sekali terlihat bahwa agama menduduki tempat yang vital
dalam kehidupan manusia pada abad pertengahan. (Hali Daniel Lie, M.Th http://www.sttb.ac.id/ .)
Pada abad pertengahan, perkembangan alam pikiran di
Barat amat terkekang oleh keharusan untuk disesuaikan dengan ajaran agama
(doktrin gereja). Perkembangan penalaran tidak dilarang, tetapi harus
disesuaikan dan diabdikan pada keyakinan agama. Filsafat pada masa itu
mencurahkan perhatian terhadap masalah metafisik. Saat itu sulit membedakan
mana filsafat dan mana teologi gereja. Sedangkan periode sejarah yang umumnya
disebut modern memiliki sudut pandang mental yang berbeda dalam banyak hal,
terutama kewibawaan gereja semakin memudar, sementara itu otoritas ilmu
pengetahuan semakin kuat.
abad XII, Eropa membuka kembali kebebasan berpikir
yang dipelopori oleh Peter Abelardus. Ia menginginkan kebebasan berpikir dengan
membalik diktum Augustinus Anselmus credo ut intelligam dan merumuskan
pandangannya sendiri menjadi intelligo ut credom (saya paham supaya saya
percaya). Peter Abelardus memberikan status yang lebih tinggi kepada penalaran
dari pada iman.
AKAL DAN HATI PADA ABAD PERTENGAHAN
Credo ut
intelligam dianggap merupakan ciri utama filsafat Abad
Pertengahan. Sekalipun pada umumnya filosof Abad Pertengahan berpendapat
seperti itu mengenai hubungan akal dan iman.
Abad
pertengahan seringkali dituduh sebagai masa suram (abad gelap) dunia filsafat, dengan
dalih kuatnya dominasi dan otoritas agama dalam pemikiran filsafat masa itu.
Filsafat dianggap seolah-olah tidak lebih sebagai instrumen dalam upaya
menjustifikasi teologi agama. Wilayah kekuasan Romawi baik di timur maupun
barat, dikuasai hampir seluruhnya oleh “dinasti” Kristen (Katolik). Kolaborasi
antara penguasa dengan gereja menjadi satu kekuatan superpower dalam struktur
masyarakat. Dalam dunia Kristen inilah filsafat abad pertengahan bertumbuh
kembang, dan ini yang meniscayakan adanya corak filsafat yang berasas teologis.
Di dunia Islam, pun memiliki
keserupaan corak dan model filsafat yang sama dengan dunia Kristen. Di
dunia Islam, filsafat yang berkembang adalah upaya sintesa
agama dengan pemikiran filsafat platonian dan aristotelian sekaligus. Filsafat
Islam dibagi dalam beberapa periode (a), Periode Mu’tazilah yaitu periode yang
mendahulukan pemakaian akal pikiran kemudian diselaraskan dengan Al-Qur’an dan
Al-Hadits. Menurut mu'tazilah, Al-Qur’an dan Al-Hadits tidak mungkin
bertentangan dengan akal pikiran. (b), Periode Filsafat Pertama upaya
pendahuluannya adalah diadakan pengumpulan naskah-naskah filsafat Yunani,
kemudian diterjemahkan. (c), Periode kalam Asy’ari adalah periode memperkokoh
akidah Islam. (d), Periode filsafat kedua merupakan prestasi besar dan sebagai
mata rantai hubungan Islam dari Timur ke Eropa, yang merupakan sebagai
masa-masa peranan Islam terhadap Eropa dalam memberikan spirit kebebasan
berpikir. Filsafat abad pertengahan di Barat (dunia
Kristen), antara abad 1 s.d awal abad 16 M, seringkali dibagi dalam dua
masa, yakni masa patristik dan masa skolastik, yang berpusat
di Athena, Alexandria dan Byzantium. Kedua masa itu corak filsafatnya tetap
dicirikan oleh kuatnya Credo iman (dogma agama) yang
lebih bernuansa metafisis ketimbang rasionalitas atau nalariah. Bangunan
epistemologinya bersumber dari filsafat platonian dan stoisisme, Santo
Anselmus sampai-sampai membuat adagium credo ut intelligam (aku
percaya agar aku mengerti) yang seolah menegaskan corak pemikiran
filsafat saat itu. Filsafat ini jelas berbeda dengan sifat filsafat rasional
yang mendahulukan pemahaman terlebih dulu daripada iman. (http://my.opera.com)
TENTANG ANSELMUS (1033-1109)
Anselmus, Uskup Agung Canterbury, lahir di Alpen, Italia, sekitar tahun 1033.
Ia berasal dari keluarga bangsawan di Aosta, Italia. Ia menolak keinginan
ayahnya agar ia meniti karir di bidang politik dan mengembara keliling Eropa untuk
beberapa tahun lamanya. Seperti anak-anak muda lainnya yang cerdas dan
bergejolak. Ia bergabung dengan biara, di biara Bec, Normandia, dekat Rouen,
Prancis, ketika usia 27 tahun (1060). Di bawah asuhan seorang guru yang
hebat, Lanfranc.
Anselmus memulai karir yang patut dicatat. Pada tahun 1093 ia menjadi Uskup
Agung Centerbury dan ikut ambil
2
bagian dalam perselisihan antara golongan pendeta dan
orang-orang sekular. Dalam dirinya mengalir arus mistisisme, dan iman merupakan
masalah utama baginya. (http://id.wikipedia.org, http://www.parokihtbspm.org,
dan Prof. Dr Ahmad Tafsir, 2009:)
Pada tahun 1066 William dari Normandia menaklukkan Inggris. Pada tahun-tahun berikutnya, raja baru
ini membawa banyak guru-guru Normandia beserta biarawan ke Inggris. Di antara
mereka terdapat Lanfranc, yang menjadi Uskup Agung Canterbury pada tahun 1070.
Anselmus mengambil tempat penasihat sebagai kepala biara Bec. Pada tahun 1093, William II,
putra sang penakluk, mengangkat Anselmus sebagai Uskup Agung Canterbury.
Anselmus menyambut baik hal ini karena ia melihatnya sebagai kesempatan emas
untuk membaharui Gereja di Inggris. Namun ia menolak untuk dilantik sebelum
Raja William-II menyatakan kesediaannya mendukung Paus Urbanus-II (1088—1099),
untuk melawan Paus tandingan Klemens-III dan mengembalikan tanah-tanah yang
dicaplok di Canterbury. Tiga bulan kemudian Anselmus dilantik, tetapi segera disusul
dengan perselisihan antara dia dengan Raja William yang bermaksud menyerang
Normandia, menuntut sejumlah besar uang dari Canterbury. Anselmus dengan tegas
menolak tuntutan itu. Sebaliknya, William melarang Anselmus pergi ke Roma untuk
menerima pakaian kebesarannya sebagai lambang martabatnya sebagai Uskup Agung
dan juga mengajukan berbagai tuduhan kepada Paus Urbanus-II untuk melumpuhkan
Anselmus. Situasi ini diatasi pada tahun 1095 ketika Anselmus berhasil
mempengaruhi para bangsawan Inggris dalam sinode Rockingham untuk menentang
campur tangan Raja William dalam urusan-urusan Gereja. Kemudian pakaian
kebesaran itu dikirim ke Inggris dan Anselmus menobatkan dirinya untuk
menghindarkan segala hal yang bukan-bukan dari Raja William perihal martabatnya
sebagai Uskup Agung Canterbury. Bagaimanapun juga, Anselmus masih agak takut
untuk pergi ke Roma guna berkonsultasi dengan paus tentang campur tangan
William dalam urusan-urusan intern Gereja. Pada tahun 1097 William mengusir
Anselmus, tetapi Anselmus tidak segera berangkat ketika William mencaplok
kembali tanah-tanah di Canterbury. (http://id.wikipedia.org, dan
http://www.parokihtbspm.org )
Pada tahun 1100 William dibunuh. Penggantinya,
saudaranya, Raja Henry-I, beliau mengajak Anselmus untuk kembali ke Canterbury.
Dengan senang hati Anselmus kembali ke takhta keuskupannya. Namun segera timbul
lagi persoalan yang sama dalam hubungannya dengan Henry-I. Masalah yang
terbesar adalah tuntutan Henry atas penobatan uskup-uskup dan pemimpin biara
dengan lencana yang khas sesuai dengan kekhasan spiritualitasnya. Karena
perselisihannya ini, Anselmus kembali lagi ke Roma untuk berkonsultasi dengan
Paus Sri Paus Paskalis-II (1099—1118) yang menggantikan Paus Urbanus-II, dan
menegaskan sekali lagi kebijaksanaan yang telah ada. Raja Henry marah dan
segera mengasingkan Anselmus kembali dan menyita semua tanah di Canterbury. Sebagai
balasannya, Anselmus menjatuhkan hukuman ekskomunikasi atas Henry. Namun dalam
waktu singkat tindakan ekskomunikasi ini dipulihkan kembali. Pada tahun 1107
ketika diadakan sinode di Westminster, timbul lagi masalah. Raja melepaskan
tuntutannya untuk menobatkan uskup-uskup dan pemimpin-pemimpin biara tetapi
tetap mempertahankan haknya untuk menerima penghormatan mereka sebagai warga negara. (http://www.parokihtbspm.org)
Selama ia di Inggris, Anselmus telah membuktikan bahwa
ia adalah gembala berhati lembut dan seorang pengatur yang mahir. Ketika berada
dalam pengasingan, ia telah membuktikan bahwa ia seorang teolog besar, karena pada saat itulah ia menulis
karya-karyanya yang hebat, yaitu Monologium yang
membicarakan keadaan Tuhan, dan Cur Deus homo (Why
God Became Man) yang berisi ajarannya tentang tobat dan petunjuk
tentang cara penyelamtan melalui Kristus. (Mayer:384)
Anselmus menggunakan dua tahun terakhir masa hidupnya
untuk mendorong sinode-sinode regular, menghapuskan perdagangan budak belian
dan meningkatkan penghayatan hidup selibat. Anselmus meninggal pada tahun 1109.
la digelar sebagai “Pujangga Gereja” pada tahun 1720. (http://www.parokihtbspm.org)
FILSAFAT ANSELMUS
Di dalam filsafat Anselmus kelihatan iman merupakan
tema sentral pemikirannya. Iman kepada Kristus adalah yang paling penting
sebelum yang lain. Dari sini dapatlah kita pahami pernyataannya Credo
ut intelligam yang terkenal itu. Ungkapan ini menggambarkan bahwa ia
mendahulukan iman daripada akal. Arti ungkapan itu kira-kira percaya
agar mengerti (believe in order to understand); secara sederhana: percayalah
agar mengerti. Ia mengatakan bahwa wahyu harus diterima lebih dulu
sebelum kita berpikir (Mayer: 384). Jadi, akal
hanyalah pembantu wahyu. Pengaruh Plato besar dalam pemikirannya. Seperti
Plato, Anselmus adalah seorang realis. Lihat selengkapnya dalam Prof. Dr. Ahmad
Tafsir, Filsafat Umum, 2009:95-96
Dalam membuktikan adanya Tuhan, Anselmus sering kali
menyatakan bahwa ia tidak memerlukan tahu tentang Tuhan; ia telah
beriman kepada Tuhan (I believe, that unless I believe, I should not
understand) (Mayer: 385). Kunci argumen
Anselmus tentang adanya Tuhan ialah pernyataan yang mengatakan bahwa apa yang
kebesarannya tak terpikirkan, tidak mungkin hanya ada di dalam pikiran. Tuhan
itu kebesarannya tak terpikirkan (kebesarannya maha besar). Itu tidak mungkin
hanya ada dalam pikiran. Ia itu ada juga dalam kenyataan (jadi benar-benar ada
di luar pikiran). Tuhan itu maha besar, ada dalam pikiran, dan juga diluar
pikiran. Secara kasar argument ini mengajarkan bahwa apa yang dipikirkan,
berarti objek itu betul-betul ada; tidak mungkin ada sesuatu yang hanya ada di
dalam pikiran, tetapi di luar pikiran obejek itu tidak ada. (Prof. Dr. Ahmad Tafsir, 2009:96)
Argument ini ada kelemahannya, Gaunilo, orang
seangkatan dengan Anselmus, berpendapat bahwa suatu konsep yang ada di dalam pikiran
tidak mengharuskan objek itu benar-benar ada di luar pikiran (Mayer:385). Misalnya kita berpikir
tentang adanya pulau yang indah di tengah lautan. Kita dapat saja berpikir
begitu, padahal nyatanya pulau itu tidak ada. Menghadapi penolakan Gaunilo itu,
Anselmus mengatakan bahwa adanya pulau itu adalah sesuatu yang mungkin (contigent,
mumkin al-wujud), sedangkan adanya Tuhan adalah sesuatu yang harus (necessary,
wajib al-wujud). Singkatnya, kata Anselmus, bila kita berpikir tentang
Yang Maha Besar, kita berpikir tentang Tuhan. Di sini kelihatan Anselmus amat
dipengaruhi oleh kata hatinya, imannya. (Prof. Dr. Ahmad Tafsir, 2009:96).
Teori
pengetahuan Anselmus menyatakan bahwa pengetahuan bahwa pengetahuan dimulai
dari penginderaan, lalu terbentuklah pengetahuan akliah, terakhir adalah
menangkap kebesaran Tuhan melalui jalur mistik. Kebaikan tertinggi bagi manusia
ialah perenungan tentang kebesaran Tuhan. Selanjutnya ia mengatakan bahwa kita
selalu dalam kurungan selama kita masih dibimbing oleh nafsu duniawi dan selama
kita masih terikat pada keinginan-keinginan jasmani. (Prof.Dr.Ahmad Tafsir, 2009:97).
Tapi yang penting dalam filsafatnya ialah ungkapan Credo
ut intelligam. (Prof. Dr. Ahmad
Tafsir, 2009:97).
PANDANGAN SAYA TENTANG FILSAFAT ANSELMUS
Awalnya saya setuju dengan pernyataan Anselmus, Credo ut
intelligam yang dijelaskan dalam buku Prof. Dr. Ahmad
Tafsir, Filsafat Umum. Dalam tulisan beliau menjelaskan “ungkapan
ini (Credo ut intelligam) menggambarkan bahwa ia mendahulukan iman
daripada akal. Arti ungkapan itu kira-kira percaya agar mengerti
(believe in order to understand); secara sederhana: percayalah agar
mengerti. Ia mengatakan bahwa wahyu harus diterima lebih dulu sebelum kita
berpikir (Mayer: 384). Jadi, akal
hanyalah pembantu wahyu.” Prof. Dr. Ahmad Tafsir dalam penjelasannya
kalimat Credo ut intelligam mengartikan kata ini sebagai “akal hanyalah
pembantu wahyu.” Saya setuju dengan pernyataan ini memang akal
adalah pembantu wahyu, akal manusia terebatas dengan masalah-masalah yang
ghaib, untuk itulah diperlukan Wahyu dan akal sebagai pembantunya.
Tidak cukup dengan penjelasan Prof. Dr. Ahmad Tafsir
di dalam bukunya, saya mencari bahan untuk melengkapi karya Ilmiah saya, saya
mendapat penjelasan di internet, tepatnya di situs http://id.wikipedia.org/wiki/Anselmus,
dan http://www.parokihtbspm.org, bunyinya seperti ini :
“Ketika di pengasingan, Anselmus mengadakan konsili
Bari pada tahun 1098, di mana ia secara luar biasa mempertahankan istilah
Fillioque ("dan dari Putera") yang ditolak Gereja Timur. Di tempat
pengasingan ini, Anselmus berhasil menulis bukunya yang berjudul "Cur
Deus Homo?" (Mengapa Tuhan menjadi Manusia?). (http://www.parokihtbspm.org). Dalam situs
http://id.wikipedia.org kata “Mengapa Tuhan” dalam situs ini
tertera kalimat “Mengapa Allah.” Anselmus menampilkan teori
tentang bagaimana kematian Kristus di kayu salib,
yang mendamaikan manusia dengan Allah. Allah,
kata Anselmus, adalah Tuhan alam semesta, suatu Dzat yang kehormatan-Nya
tersinggung oleh dosa manusia. Meskipun Ia ingin mengampuni manusia, agar
ketertiban moral pulih kembali di jagat raya, Ia tak dapat begitu saja
"menutup mata" atas dosa. Harus diadakan pengorbanan, sesuatu yang
setimpal dengan pelanggaran itu. Karena dosa itu berasal dari manusia, pengorbanan
itu juga harus dilakukan oleh manusia. Namun manusia tidak dapat
mempersembahkan pengorbanan setimpal. Maka Allah menjadi manusia, dan yang
mempersembahkan pengorbanan itu adalah baik Allah dan manusia: Kristus. (http://id.wikipedia.org)
Ide Anselmus ini dikenal sebagai "Teori
Pengorbanan" bagi penebusan. Sampai saat ini, teori tersebut
merupakan penjelasan teologi terkenal
tentang karya penebusan
Kristus. Ia memiliki sumber-sumber Al-kitabiah
seperti: "Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus
dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka ..." (2 Kor. 5:19). (http://id.wikipedia.org)
Anselmus adalah salah seorang "terpelajar,"
seorang ahli Kristen yang mencoba memasukkan logika dalam pelayanan iman.
Meskipun Anselmus mengetahui Al-kitab dengan baik, tetapi ia ingin menguji
kekuatan logika manusia dalam upayanya membuktikan doktrinnya. Namun selalu
imanlah yang mendasari semua itu. Dalam karyanya Proslogium, yang
pada awalnya berjudul Iman Mencari Pengertian (Fides Quaerens
Intellectum), Anselmus membuat pernyataan terkenal, "Saya percaya agar dapat
mengerti." Yang ia maksudkan dengan pernyataan itu adalah bahwa
mereka yang mencari kebenaran harus beriman dahulu, tidak sebaliknya. Ia
mengemukakan argumentasi ontologi (informasi yang dapat mengarah ke penemuan
sesuatu yang penting) untuk percaya kepada Allah. Singkatnya, ia menyatakan
bahwa rasio manusia membutuhkan ide mengenai suatu Dzat yang sempurna (Allah),
oleh sebab itu Dzat tersebut harus ada. Ide ini telah menawan hati banyak
filsuf dan teolog sepanjang masa.” (http://id.wikipedia.org)
Pernyataan Anselmus, Credo ut intelligam yang
artinya “saya percaya agar dapat mengerti.” Saya
tafsirkan “Iman terlebih dahulu baru Ilmu.” Kalau
demikian, mengapa Uskup Agung ini tidak terlebih dahulu mempercayai kebenaran
Al-qur’an dan mengertikannya. Pernyataannya, “Percaya baru mengerti” atau
saya tafsirkan “Iman dulu baru Ilmu,” tidak
sejalan dengan apa yang dibuatnya yaitu, mengadakan Konsili Bari pada tahun
1098, yang luar biasa mempertahankan istilah Fillioque “dan
dari Putera,” yaitu, mengangkat Nabi Isa atau dalam hal ini Yesus
menjadi Tuhan, dan menganggapnya sebagai anak Allah, dilahirkan oleh perempuan
perawan, Siti Mariam atau Bunda Maria.
Pernyataan
yang saya tafsirkan “Iman baru ilmu,” adalah, pernyataan yang
tidak sesuai dengan Islam, karena tanpa adanya ilmu keimanan tidak akan bisa
terbentuk. Kalau memang “Iman baru Ilmu,” tentulah Anselmus
mempercayai Al-Qur’an sebagai salah satu wahyu dari Allah yang diturunkan
kepada Muhammad SAW.
Tanpa memiliki pengetahuan tentang Allah tidak mungkin
seseorang mencapai derajat keyakinan. (terj, Fathullah Gullen, 2001:199).
Wahyu adalah Ilmu yang Allah turunkan kepada
Rasul-Rasulnya agar manusia mengenal siapa Tuhannya, dan apakah Tuhan mempunyai
anak atau tidak, semuanya dijelaskan di dalam wahyu. Mendapatkan penjelasan
berarti mendapatkan pengetahuan atau ilmu. Wahyu adalah Ilmu, berarti
seharusnya “Ilmu baru Iman,”
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Anselmus adalah pujangga gereja dan filosuf di abad
pertegehan, yang lahir di Alpen, Italia, sekitar tahun 1033.
Ia berasal dari keluarga bangsawan di Aosta, Italia. Ketika usia 27 tahun
(1060), Uskup Agung yang diangkat oleh Raja Wliyam II putra sang penakluk
Inggris pada tahun 1093 ini bergabung dengan biara, di biara Bec, Normandia, dekat Rouen Prancis. Anselmus
mengambil tempat penasihat sebagai kepala biara Bec, ketika Raja Wliyam
menaklukkan Inggris. Dan Raja penakluk ini, membawa guru-guru dari Normandia
beserta biarawan ke Inggris.
Filsafat Anselmus ialah iman merupakan tema sentral
pemikirannya. Iman kepada Kristus adalah yang paling penting sebelum yang lain.
Pernyataanya yang paling terkenal pada Abad Pertengahan, “Credo ut
intelligam.” Yang lahir dari tulisan pertamanya yang
berjudul Proslogium yang
pada awalnya berjudul Iman Mencari Pengertian (Fides
Quaerens Intellectum.)
No comments:
Post a Comment