Makalah Isi Dan Arti Filsafat
Oleh Herif De Rifhara
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Swt, Tuhan yang menciptakan
akal, sehingga kita dapat berpikir akan keindahan, dan kebijaksanaan-Nya yang
Maha Agung terhadap alam semesta. Puji-pujian hanya diperuntukkan pada-Nya, karena Dia
sang Maha pencipta, menciptakan manusia, menciptakan benda-benda lainnya yang
ada di jagat raya. Dan tersebab kasih serta cinta-Nya, Allah Swt menciptakan
kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dituangkan-Nya dalam kitab-kitab-Nya yang
diturunkan, agar manusia tidak terombang-ambing tersebab kemampuan akal yang
kurang.
Selawat dan salam ke atas Nabi dan Rasul akhir zaman
Muhammad Saw, kekasih Allah yang berjuang di jalan-Nya untuk menyebarkan cinta
dan kebijaksanaan Allah Swt pada seluruh manusia yang membutuhkan kebenaran
hakiki. Selawat dan salam juga kita sampaikan ke pada Nabi-Nabi dan Rasul-Rasul
sebelum Muhammad Saw, yang juga berjuang untuk Agama Allah Swt ini. Dan juga
selawat dan salam ke atas para keluarga Nabi Muhammad Saw, sahabat-sahabat,
serta kaum Muslimin yang terus setia meneggakkan Al-Quran dan Sunnah, sampai
kaum muslimin yang setia, yang hidup di hari akhir.
Adapun judul
makalah yang kami persentasikan pada pertemuan kali ini, berjudul: ISI DAN ARTI
FILSAFAT, dalam mata kuliah: FILSAFAT PENDIDIKAN, dengan dosen pemimbing mata
kuliah ini Drs. Mawardi Ahmad MA.
Pembahasan yang
terkandung dalam makalah kami ini, mengenai Pendekatan Etimologis (mengenal
Filsafat berasal dari mana dan dari bahasa apa, serta pengertian Filsafat). Dan
juga makalah ini membahas beberapa aliran Filsafat serta tokoh-tokohnya yang
mencetuskan suatu aliran dalam Filsafat itu. Semoga makalah yang kami susun
bersama ini bermanfaat bagi kita semua. SELAMAT MEMBACA.
PENDAHULUAN
Inti dari filsafat
adalah berpikir. Namun berpikir dalam filsafat adalah berpikir memperoleh
pengetahuan akan kebenaran. Sehingga dengan berfilsafat manusia dapat sampai
kepada kebenaran. Berpikir merupakan ciri utama manusia dan berpikir juga
termasuk sesuatu hal yang penting demi kelanjutan hidup manusia. Kita
mengetahui bersama, bahwa yang membedakan manusia dengan hewan adalah cara
berpikirnya, serta perasaaan, dan hati nurani untuk merasa dan menghayati apa
yang telah Tuhan ciptakan.
“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” [QS.Al Imran (3):191]
Filsafat adalah kegiatan berpikir yang dibantu rasa,
serta hati nurani untuk memperhatikan apa-apa yang terjadi di alam semesta
serta mengungkap kebenarannya yang pada akhirnya menciptakan kebijaksanaan.
PEMBAHASAN
A. PENDEKATAN
ETIMOLOGIS
Filsafat berakar
dari bahasa Yunani ”Phillein” yang berarti cinta dan “Sophia” yang berarti kebijaksanaan. Jadi, Filsafat berarti cinta
kebijaksanaan. (Suparlan Suhartono, 2009:
37).
Kata falsafah atau filsafat dalam bahasa Indonesia
merupakan kata serapan dari bahasa Arab فلسفة, yang juga diambil dari bahasa
Yunani; Φιλοσοφία philosophia. Dalam bahasa ini, kata ini merupakan kata majemuk dan
berasal dari kata-kata (philia = persahabatan, cinta dsb.) dan (sophia =
“kebijaksanaan”). Sehingga arti harafiahnya adalah seorang “pencinta
kebijaksanaan”. Kata filosofi yang dipungut dari bahasa Belanda juga dikenal di
Indonesia. Bentuk terakhir ini lebih mirip dengan aslinya. Dalam bahasa
Indonesia seseorang yang mendalami bidang falsafah disebut "filsuf".
(http://id.wikipedia.org).
Arti secara
etimologi (kebijaksanan dan cinta) ini mempunyai latar belakang yang muncul
dari pendirian Socrates, beberapa abad sebelum Masehi. Socrates berkata bahwa
manusia tidak berhak atas kebijaksanaan, karena keterbatasan kemampuan yang
dimilikinya. Terhadap kebijaksanaan, manusia hanya berhak untuk mencintainya.
Pendirian Socrates tersebut sekaligus menunjukkan sikap kritiknya terhadap kaum
Sophis yang mengaku memiliki kebijaksanaan. (Suparlan Suhartono, 2009: 37).
Secara awam,
istilah ‘cinta’ menggambarkan adanya aksi yang didukung oleh dua pihak. Pihak
pertama berperan sebagai subjek dan pihak kedua
sebagai objek. Adapun aksi atau
tindakan itu didorong oleh suatu kecendrungan subjek untuk ‘menyatu’ dengan
objek. Untuk bisa menyatu dengan objek, subjek harus mengetahui sifat atau
hakikat objek. Jadi pengetahuan objek menentukan penyatuan subjek dengan objek.
Semakin mendalam pengetahuan subjek semakin kuat penyatuannya dengan objek.
(Suparlan Suhartono, 2009: 37-38).
Sedangkan istilah
‘kebijaksanaan’, yang dasar katanya bijaksana dan mendapat awalan “ke” dan
akhiran “an”, menggambarkan pengetahuan hakiki tentang bijaksana. Jadi
kebijaksanaan berarti hakikat perbuatan bijaksana. Perbuatan bijaksana dikenal
sebagai bersifat benar, baik, dan adil. Perbuatan demikian dilahirkan dari
dorongan kemauan yang kuat, menurut keputusan perenungan akal pikiran, dan atas
pertimbangan perasaan yang dalam. Kemudian, dari pendekatan etimologis dapat disimpulkan
bahwa filsafat berarti pengetahuan
mengenai pengetahuan. Dapat pula diartikan sebagai akar dari pengetahuan atau
pengetahuan terdalam. (Suparlan Suhartono, 2009: 37-38).
Sebagaimana
terdapat dalam Wikipedia. Istilah Filsafat adalah studi tentang
seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan
dalam konsep mendasar
(http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat#cite_note-0[Irmayanti Meliono, dkk.
2007: 1 ] )
B. PERKEMBANGAN
BEBERAPA ALIRAN FILSAFAT
Pembahasan tentang
isi dan arti filsafat ini didasarkan pada pendekatan sejarah pemikiran
filsafat. Pendekatan ini digunakan agar dapat menarik benang merah pemikiran
filosofis dari zaman ke zaman. Tetapi dalam konteks membahas pendidikan.
Perkembangan paham-paham atau aliran-aliran filsafat dimulai sejak Yunani Kuno
(Greek Philosophi) sampai abad Eropa Modern.
1. Materialisme:
Herakleitos dan Parmenides
Herakleitos (535-475 SM) tidak mengakui
adanya pengetahuan umum yang bersifat tetap. Ia hanya mengakui kemampuan indra
dan menolak kemampuan akal. Karena setiap perubahan terjadi dalam realitas
konkret, dalam ruang dan waktu tertentu.
Parmenides (540-575) mengatakan bahwa
yang “ada” itu ada dan yang “tidak ada” memang tidak ada. Jadi yang ada tidak
dapat dipertentangkan dengan yang lain. Oleh karena itu, yang ada itu satu,
sempurna dan tidak terbagi-bagi. Andaikata yang ada bisa terbagi, misalnya ‘A’
dibagi menjadi ‘B’ dan ‘C’, jelas bahwa ‘B’ tidak sama dengan ‘C’.
2. Idealisme:
Socrates dan Plato
Ajaran Socrates
(469-399SM) sepenuhnya dikembangkan oleh muridnya Plato (427-347
SM). Socrates berpendapat bahwa manusia dengan kesemuanya
hanya mampu mencintai kebijaksanaan. Sedangkan kebijaksanaan hanya ada di dunia
idea, yaitu dunia yang tidak mungkin dapat disentuh oleh manusia.
3. Realisme:
Aristoteles (384-342)
Aristoteles
berpendapat bahwa dunia sesungguhnya adalah dunia real yaitu dunia konkret,
bersifat relatif dan berubah-ubah. Sedangkan dunia idea adalah dunia abstrak
yang bersifat semu terlepas dari pengalaman. Setiap hal yang ada pasti ada
dalam 10 kategori, yaitu substansi, kualitas, kuantitas, aksi, passi, ruang
(space), tempo, situs,dan habitus.
4. Rasionalisme: Rane
Descartes (1596-1650)
Rane Descartes
adalah ahli filsafat yang mengagungkan rasio. Pengetahuan yang benar bersumber
dari dunia rasio, karena rasio adalah realitas sesungguhnya. Substansi yang ada
hanya dapat diketahui oleh potensi rasio sedangkan pengalaman indra hanya
mendapatkan kesan fenomenologis tanpa arti.
5. Empirisme: John
Locke (1632-1704)
Pengetahuan yang
benar bersumber dari dunia pengalaman, dunia konkret. Realitas adalah
“tabularasa”, bagaikan kertas putih yang perlu diisi dengan banyak pengalaman.
Semakin banyak pengalaman mengenai sesuatu hal, semakin banyak pula kebenaran
Objektif yang didapatkan tentang sesuatu hal itu. Kemampuan rasio hanya dapat
mengetahui secara abstrak, umum, dan tidak bersifat tetap sedang pengalaman
indralah yang mampu mengenali yang konkret, yang satu-persatu dan selalu
berubah-ubah
6. Kritisisme:
Immanuel Kant (1724-1804)
Rasio memiliki
kemampuan menangkap kebenaran pengetahuan secara umum tetapi lemah terhadap
pengetahuan konkret khusus. Sebaliknya pengalaman memiliki kekuatan mengenali
setiap hal yang khusus tetapi kabur dalam prinsip-prinsip umum.
C. PENDEKATAN OBJEKTIF
Menurut objek
materinya, filsafat menyelidiki segala sesuatu yang ada, meliputi manusia, alam
dan sang pencipta.
Menurut objek
formanya, filsafat menyelidiki segala sesuatu yang ada dari seluruh segi mulai
dari segi abstrak sampai segi konkret
D. DEFENISI
AKUMULATIF
Filsafat adalah
pemikiran radikal, yaitu berpikir mendalam sampai ditemukan unsur-unsur inti
secara sistematik bersama-sama menjadikan objek pemikiran itu ada sebagaimana
halnya.
Pemikiran
kefilsafatan adalah suatu kegiatan berpikir dengan metoda abstaksi, maksudnya
mengabstaksikan yang konkret dengan melepaskan satu per satu hal-hal yang
menempel pada objek.
KESIMPULAN DAN PENUTUP
Apa yang dimaksud
Socrates tentang keterbatasan kemampuan manusia. Artinya manusia terbatas untuk
menentukan suatu kebijaksanaan. Dan diperlukanlah suatu kebijaksanaan yang
tidak menentang fitrah manusia, kebijaksanaan yang tidak memihak satu pribadi
saja, dan kebijaksanaan yang bertahan lama. Menurut kami apa yang dimaksud
semua itu adalah kebijaksanaan dari Tuhan, karena Tuhan Maha bijaksana dan
mengetahui hal yang terbaik bagi ciptaannya, serta kebijaksanaan Tuhan itu
pasti bertahan lama. Dan untuk memahami kebijaksanaan Tuhan harus memerlukan
akal, rasa, dan hati nurani, sehingga akan timbul rasa mencintai kebijaksanaan
Tuhan yang Tuhan tetapkan. Tersebab kebijaksanaan-Nya tidak pernah bertentangan
dengan fitrah manusia.
Cinta adalah sebuah komitmen (kesungguh-sungguhan)
atau adanya usaha subjek untuk menyatu pada
Objek, dan ketika subjek dan objek sudah bersatu, akan ada terjadinya komitmen
saling melindungi dan menjaga. Sedangkan kebijaksana adalah pengambilan keputusan adil dan benar untuk
mengatur, hidup manusia agar lebih indah.
Berfilsafat adalah
kegiatan berpikir yang ekstrim atau kritis untuk mencari kebenaran. Apakah
berpikir memikirkan maksud wahyu Tuhan tentang manusia yang Tuhan buat sebagai
undang-undang bagi manusia, atau berpikir memikirkan kejadian-kejadian alam
semesta sebagai salah satu ciptaan Tuhan. Sehingga ketika kebenaran itu sudah
diperoleh, maka akan dijabarkan dalam konsep mendasar dan akan timbul
kebijaksanaan (pebuatan benar, baik, dan adil). Dan kebijaksanaan inilah yang
mengubah masyarakat (manusia) menjadi masyarakat (manusia) yang berperadaban
tinggi. Maka setelah manusia menjadi masyarakat berperadaban tinggi akan timbul
rasa cinta terhadap kebijaksanaan yang tidak menentang fitrah manusia itu
(kebijaksanaan yang tidak memihak satu individu).
Demikianlah hasil
makalah kami, semoga bermanfaat bagi kehidupan kita semua. Dan kami
mengaharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca terhadap makalah
yang kami susun ini, agar kedepan makalah-makalah selanjutnya yang akan kami
susun lebih sempurna dan sesuai dengan pembaca harapkan.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Al-quranulkarim
Filsafat, dalam situs http://id.wikipedia.org dikunjungi 9
Januari 2011
Suparlan
Suhartono, Filsafat Pendidikan, (Ar-Ruzz Media,
Jogyakarta: 2009)
No comments:
Post a Comment