Makalah Pengertian
Metode, Dasar metode pendidikan Islam, Prinsip mengajar, Penggunaan metode, dan
Macam-macam metode
Oleh: A. Almunawir
BAB I
PENDAHULUAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Gardner cs, ditemukan bahwa seseorang yang mengalami kecelakaan dan ternyata
ada pengaruhnya terhadap otaknya. Misalnya, seseorang yang rusak ‘bagian’ depan
otaknya, maka kecerdasan linguistiknya rusak, sehingga ia sukar berbicara,
membaca, dan menulis, namun ia masih bisa melakukan matematika, menyanyi
menari, dan berhubungan dengan orang lain. Gardner menyimpulkan bahwa ada
paling tidak tujuh daerah yang otonom dalam sistem otak dan masing-masing
mempengaruhi satu macam kecerdasan dan mempengaruhi keberadaan anak ’super’.
Pada seseorang jika ada satu perangkat
kecerdasan yang sangat tinggi membuat orang itu lemah dalam beberapa kecerdasan
lainnya. Misalnya, seseorang yang tinggi logika-matematikanya, lemah dalam berkomunikasi,
fungsi berbahasanya. Setiap kecerdasan pada anak usia dini muncul pada saat
tertentu sesuai irama perkembangannya seperti yang dikemukakan oleh Piaget
(1971) yang merentang dari fase sensorimotor (0-2 tahun), fase praoperasional
(2-7 tahun), fase operasi kongkrit (7-12 tahun) dan fase operasi formal (12
sampai usia dewasa).
Fakta sejarah yang menunjukkan bahwa
perkembangan kecerdasan jamak ditunjang oleh hasil penelitian yang menemukan
bahwa sejak zaman dahulu manusia telah menggunakan kecerdasan jamak. Hal ini
dapat dilihat dari gambar-gambar di gua-gua kuno. Selain alasan tersebut di
atas temuan psikometrik menunjang keberadaan intelligensi jamak hal ini dapat
dilihat dari materi menggali informasi dan kosa kata di dalam tes baku IQ.
Selain fakta sejarah di atas alasan
selanjutnya adalah berbagai temuan penelitian yang berkaitan dengan psikologi
eksperimental yang mengemukakan bahwa seseorang yang memiliki kemampuan khusus
dalam membaca belum tentu dapat mentransfer kemampuan tersebut ke dalam logika
matematika. dengan baik. Selain hal tersebut terdapat adanya operasi inti atau
seperangkat operasi masing-masing intelegensi., seperti pada kecerdasan musik,
kecerdasan ini ditunjang oleh kepekaan dalam membedakan berbagai struktur
irama. Selanjutnya kecerdasan bodily kinesthetic, ditunjang oleh kemampuan
meniru gerakan tubuh orang lain, kemampuan membangun rutinitas gerakan motorik
halus.
Lazaer (2000:7) mengemukakan bahwa
kecerdasan jamak (multiple Inteligences) merupakan perkembangan mutakhir dalam
bidang intelligensi yang menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan jalur-jalur
yang digunakan oleh manusia untuk menjadi cerdas.
Dari segi terminologi jamak berarti banyak
atau lebih dari satu. Berarti kecerdasan jamak itu kecerdasan yang lebih dari
satu. Dalam bahasa aslinya kecerdasan jamak dikenal dengan istilah Multiple
Intellegence (MI). Ada juga yang menerjemahkannya sebagai kecerdasan majemuk.
Teori tentang Multiple Intellegence ini berasal dari Howard Gardner. beliau
menuliskan teorinya ini dalam buku yang ramai dibicarakan oleh kalangan umum
saat itu (1983) berjudul Frames of Mind. Gardner pada awalnya menyebutkan ada
tujuh kecerdasan dalam bukunya itu. Selanjutnya Gardner menambahkannya menjadi
8 kecerdasan.
Sebelum
berangkat lebih jauh kita kembali ke definisi intelegensi (kecerdasan). Menurut
Woolfolk (2009) kemampuan atau berbagai kemampuan untuk mendapatkan dan
menggunakan pengetahuan untuk menyelesaikan masalah dan beradaptasi dengan
dunia sekitar. Para penulis dan ahli lainnya juga banyak berpendapat hampir
sama, menurut Santrock (2008) intelegensi (kecerdasan) adalah keterampilan
menyelesaikan masalah dan kemampuan untuk beradaptasi dan belajar dari
pengalaman hidup sehari-hari.Cara mengukur intelegensi ini menggunakan sebuah
test yang dikenal dengan tes IQ, yang dipelepori oleh Alfred Binet.
Rupanya
beberapa pihak dan para ahli ini pun ada yang tidak sreg dengan skor tunggal
dari tes IQ ini. Tes ini dianggap hanya menggambarkan kemapuan intelektual atau
kognitif saja dan mengabaikan kemampuan lain dalam diri manusia. Yaitu Gardner
tahun 1983 tentang teori kecerdasan jamak berusaha mengungkapkan kemampuan
mental lain dalam diri manusia dari pengalamannya dalam penelitian orang-orang
yang mengalami kerusakan otak (Gardner, 2003). Carrol, 1997 seperti yang
dinyatakan oleh Woolfolk (2009) mengenalkan tiga tingkat intelegensi , yaitu
kemampuan umum, beberapa kemampuan luas (termasuk intelegensi cair dan
intelegensi terkristal) dan beberapa kemampuan spesifik (ada sekitar 70). Lalu
Stenberg seperti yang dikutip oleh Santrock 2008 dan Jamaris 2010 mengatakan
dalam Triartic Theory of Intellegence bahwa ada 3 jenis intelegensi yaitu
intelegensi analitis, kreatif, intelegensi kreatif dan intelegensi praktis.
Tahun 1990 Mayor dan Salovey memulai konsep mengenai Emotional Intellegence.
Dan kemudian dipopulerkan oleh Daniel Goleman tahun 1995 dengan bukunya
Emotional Intellegence. Kemudian Zohar dan Marshall tahun 1997 mengungkapkan
istilah spiritual intelligence (SQ).
Jadi
akhir-akhir ini orang mulai mempertanyakan mengenai konsep IQ, terutama
hubungannya dengan prestasi di sekolah dan kesuksesan dalam dunia kerja
nantinya. Orang dengan IQ tinggi belum tentu berprestasi di sekolah karena
banyak juga anak-anak berkategori gifted dengan IQ di atas 130 masuk dalam
kategori gifted underachiever yaitu tidak berprestasi. Demikian pula bahwa anak
yang dulu berprestasi akademik bagus di sekolah belum tentu sukes dalam bisnis
dan pekerjaannya. Bagitu pula orang tua yang merasa kurang puas dengan hasil
skor tes IQ anaknya di sekolah namun merasa anaknya mempunya potensi terutama
di bidang-bidang tertentu, mulai tertarik dengan konsep kecerdasan jamak ini.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kecerdasan Jamak
Dari segi terminology jamak berarti banyak
atau lebih dari satu. Berarti kecerdasan jamak itu kecerdasan yang lebih dari
satu. Dalam bahasa aslinya kecerdasan jamak dikenal dengan istilah Multiple
Intellegence(MI).
Teori Multiple Intelligences bertujuan untuk mentransformasikan
sekolah agar kelak sekolah dapat mengakomodasi setiap siswa dengan berbagai
macam pola pikirnya yang unik. Howard Gardner (1993) menegaskan bahwa skala
kecerdasan yang selama ini dipakai, ternyata memiliki banyak keterbatasan sehingga
kurang dapat meramalkan kinerja yang sukses untuk masa depan seseorang.
Menurut Gardner, kecerdasan seseorang
meliputi unsur-unsur kecerdasan matematika logika, kecerdasan bahasa,
kecerdasan musikal, kecerdasan visual spasial, kecerdasan kinestetik, kecerdasan
interpersonal, kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan naturalis.
Kecerdasan MI adalah berbagai jenis
kecerdasan yang dapat dikembangkan pada anak, antara lain verbal-linguistik
(kemampuan menguraikan pikiran dalam kalimat-kalimat,presentasi pidato,diskusi,tulisan),
logical-mathematical (kemampuan logika-matematik dalam memacahkan berbagai
masalah), visual spatial (kemampuan berpikir tiga dimensi), bodily-kinesthetic
(keterampilan gerak,menari,olahraga), musical (kepekaan dan kemampuan berekspresi
dan bunyi, nada, melodi, irama), intrapersonal (kemampuan memahami dan
kengendalikan diri sendiri), interpersonal (kemampuan memahami dan menyesuaikan
diri dengan orang lain), naturalist ( kemampuan memahami dan memanfaatkan
lingkungan).
Kecerdasan jamak yaitu pandangan baru
tentang kecerdasan yang dikemukakan Gadner (seperti yang dituliskan Thomas
Amstrong “Menerapkan Multiple Intelligences di Sekolah” Kaifa 2004 hal 2),
meliputi kecerdasan linguistik, kecerdasan matematis-logis, kecerdasan spasial,
kecerdasan kinestetis-jasmani, kecerdasan musikal, kecerdasan interpersonal,
kecerdasan intrapersonal, dan kecerdasan natural.
B. Macam-Macam kecerdasan Jamak
1. Kecerdasan
Linguistik (Word Smart)
Kecerdasan linguistik merupakan kecerdasan
dalam menggunakan kata secara efektif baik secara lisan maupun tulisan.
Kecerdasan ini memiliki empat ketrampilan yaitu menyimak, membaca, menulis dan
berbicara.
Berikut kiat-kiat mengembangkan
kecerdasan linguistik pada anak sejak usia dini :
a. Mengajak
anak berbicara sejak bayi
b. Membacakan
cerita atau mendongeng sebelum tidur atau kapan saja sesuai situasi dan kondisi
c. Berdiskusi
tentang berbagai hal yang ada di sekitar anak
d. Bermain
peran
e. Memperdengarkan
dan memperkenalkan lagu anak-anak
2. Kecerdasan
Logika Matematika (Number / Reasoning) Smart)
Kecerdasan logika matematika merupakan
kecerdasan dalam menggunakan angka dan logika. Cara mengembangkan kecerdasan
logika matematika pada anak antara lain dengan cara :
a. Bermain
puzzle, permainan ular tangga, domino dll
b. Mengenal
bentuk geometri
c. Mengenalkan
bilangan melalui sajak berirama dan lagu
d. Eksplorasi
pikiran melalui diskusi dan olah pikir ringan
e. Memperkaya
pengalaman berinteraksi dengan konsep matematika
3. Kecerdasan
Visual Spasial (Picture Smart)
Kecerdasan visual spasial merupakan
kemampuan untuk memvisualisasikan gambar untuk memecahkan sesuatu masalah atau
menemukan jawaban. Cara mengembangkan kecerdasan visual spasial pada anak
adalah sebagai berikut :
a. Mencorat
coret
b. Menggambar
dan melukis
c. Kegiatan
membuat prakarya atau kerajinan tangan
d. Mengunjungi
berbagai tempat dapat memperkaya pengalaman visual anak
e. Melakukan
permainan konstruktif dan kreatif
f. Mengatur
dan merancang
4. Kecerdasan
Kinestetik (Body Smart)
Kecerdasan kinestetik adalah suatu
kecerdasan dimana saat menggunakannya seseorang mampu atau terampil menggunakan
anggota tubuhnya untuk melakukan gerakan seperti berlari, menari, membangun
sesuatu, melakukan kegiatan seni dan hasta karya. Cara menstimulasi kecerdasan
kinestetik pada anak antara lain sebagai berikut :
a. Menari
b. Bermain
peran / drama
c. Latihan
ketrampilanfisik
d. Olahraga
5. Kecerdasan
Musikal(MusicalSmart)
Kecerdasan musikal adalah kemampuan
memahami aneka bentuk musikal dengan cara mempersepsi (penikmat musik),
membedakan (kritikus musik), mengubah (composer) dan mengekspresikan
(penyanyi). Cara mengembangkan kecerdasan musikal anak antara lain sebagai
berikut :
a. Beri
kesempatan pada anak untuk melihat kemampuan yang ada pada diri mereka,buat
mereka lebih percaya diri
b. Pengalaman
empiris yang praktis, buatlah penghargaan terhadap karya-karya yang dihasilkan
anak
c. Ajak
anak menyanyikan lagu-lagu dengan syair sederhana dengan irama dan birama yang
mudah diikuti
6. Kecerdasan
Interpersonal (People Smart)
Kecerdasan interpersonal adalah berpikir
lewat berkomunikasi dan berinteraksi dengan orang lain. Kegiatan yang mencakup
kecerdasan interpersonal yakni memimpin, mengorganisasi, berinteraksi,
berbagi,menyayangi, berbicara, sosialisasi, menjadi pendamai, permainan
kelumpok, klub, teman-teman, kelompok dan kerjasama. Cara mengembangkan
kecerdasan interpersonal pada anak, yakni :
a. Mengembangkan
dukungan kelompok
b. Menetapkan
aturan tingkah laku
c. Memberi
kesempatan bertanggungjawab dirumah
d. Bersama-sama
menyelesaikan konflik
e. Melakukan
kegiatan sosial di lingkungan
f. Menghargai
perbedaan pendapat antara anak dan teman sebaya
g. Menumbuhkan
sikap ramah dan memahami keragaman budaya lingkungan social
h. Melatih
kesabaran menunggu giliran
i. Berbicara
serta mendengarkan pembicaraan orang lain terlebih dahulu
7. Kecerdasan
Intrapersonal (Self Smart)
Kecerdasan intrapersonal adalah kemampuan
seseorang untuk berpikir secara reflektif yaitu mengacu kepada kesadaran
reflektif mengenai perasaan dan proses pemikiran diri sendiri. Ada pun kegiatan
yang mencakup kecerdasan ini adalah berpikir, meditasi, bermimpi, berdiam diri,
mencanangkan tujuan, refleksi, merenung, membuat jurnal, menilai diri, waktu
menyendiri, proyek yang dirintis sendiri dan menulis instropeksi. Cara
mengembangkan kecerdasan intrapersonal pada anak sebagai berikut :
a. Menciptakan
citra diri positif, “aku anak baik”, “saya anak yang rajin membantu ibu”, dll
b. Ciptakan
suasana serta kondisi yang kondusif di rumah yang mendukung pengembangan
kemampuan intrapersonal dan penghargaan diri
c. Menuangkan
isi hati dalam jurnal pribadi
d. Bercakap-cakap
memperbincangkan kelemahan, kelebihan dan minat anak
e. Membayangkan
diri di masa datang, lakukan perencangan dengan anak semisal anak ingin seperti
apa bila besar nanti
8. Kecerdasan
Naturalis (Natural Smart)
Kecerdasan
naturalis adalah kecerdasan untuk mencintai keindahan alam melalui pengenalan
terhadap flora fauna yang terdapat di lingkungan sekitar dan juga mengamati
fenomena alam dan kepekaan/kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Stimulasi
bagi pengembangan kecerdasan naturalis yakni :
a. Jalan-jalan
di alam terbuka
b. Berdiskusi
mengenai apa yang terjadi di alam sekitar
c. Kegiatan
ekostudi agar anak memiliki sikap peduli pada alam sekitar
9. Kecerdasan
Spiritual
Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan
dalam memandang makna atau hakikat kehidupan ini sesuai dengan kodrat manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa yang berkewajiban menjalankan perintah-Nya
dan menjauhi larangan-nya. Cara mengembangkan kecerdasan
spiritual pada anak usia dini antara lain :
a. Melalui
teladan dalam bentuk nyata yang diwujudkan dalam perilaku baik lisan, tulisan
maupun perbuatan
b. Melalui
cerita atau dongeng untuk menggambarkan perilaku baik buruk
c. Mengamati
berbagai bukti-bukti kebesaran Sang Pencipta seperti beragam binatang dan aneka
tumbuhan serta kekayaan alam lainnya
d. Mengenalkan
dan mencontohkan kegiatan keagamaan secara nyata
e. Membangun
sikap toleransi kepada sesama sebagai makhluk ciptaan Tuhan
C. Faktor- factor yang mempengaruhi Kualitas Kecerdasan
Kecerdasan multipel dipengaruhi 2 faktor
utama yang saling terkait yaitu faktor keturunan (bawaan, genetik) dan faktor
lingkungan. Seorang anak dapat mengembangkan berbagai kecerdasan jika mempunyai
faktor keturunan dan dirangsang oleh lingkungan terus menerus.
Orangtua yang cerdas anaknya cenderung
akan cerdas pula jika faktor lingkungan mendukung pengembangan kecerdasaannnya
sejak didalam kandungan, masa bayi dan balita. Walaupun kedua orangtuanya
cerdas tetapi jika lingkungannya tidak menyediakan kebutuhan pokok untuk
pengembangan kecerdasannya, maka potensi kecerdasan anak tidak akan berkembang
optimal. Sedangkan orangtua yang kebetulan tidak berkesempatan mengikuti
pendidikan tinggi (belum tentu mereka tidak cerdas, mungkin karena tidak ada
kesempatan atau hambatan ekonomi) anaknya bisa cerdas jika dicukupi kebutuhan
untuk pengembangan kecerdasan sejak di dalam kandungan sampai usia sekolah dan
remaja.
Tingkat kecerdasan seseorang berbeda-beda
karena dalam perkembangan kecerdasan ada beberapa faktor-faktor kecerdasan
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Faktor
Bawaan
Dimana faktor ini ditentukan oleh sifat
yang dibawa sejak lahir. Batas kesanggupan atau kecakapan seseorang dalam
memecahkan masalah, antara lain ditentukan oleh faktor bawaan. Oleh karena itu,
di dalam satu kelas dapat dijumpai anak yang bodoh, agak pintar, dan pintar
sekali, meskipun mereka menerima pelajaran dan pelatihan yang sama.
2. Faktor
Minat dan Bawaan yang Khas
Dimana minat mengarahkan perbuatan kepada
suatu tujuan dan merupakan dorongan bagi perbuatan itu. Dalam diri manusia
terdapat dorongan atau motif yang mendorong manusia untuk berinteraksi dengan
dunia luar, sehingga apa yang diminati oleh manusia dapat memberikan dorongan
untuk berbuat lebih giat dan lebih baik.
3. Faktor
Pembentukan
Dimana pembentukan adalah segala keadaan
di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelengensi. Di sini
dapat dibedakan antara pembentukan yang direncanakan, seperti dilakukan di
sekolah atau pembentukan yang tidak direncanakan, misalnya pengaruh alam
sekitarnya.
4. Faktor
Kematangan
Dimana organ dalam tubuh manusia mengalami
pertumbuhan dan perkembangan. Setiap organ manusia baik fisik maupun psikis,
dapat dikatakan telah matang, jika ia telah tumbuh atau berkembang hingga
mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.
Oleh karena itu, tidak diherankan bila
anak-anak belulm mampu mengerjakan atau memecahkan soal-soal matematika di
kelas empat sekolah dasar, karena soal-soal itu masih terlampau sukar bagi
anak. Organ tubuhnya dan fungsi jiwanya masih belum matang untuk menyelesaikan
soal tersebut dan kematangan berhubungan erat dengan faktor umur.
D. Cara Merangsang Kecerdasan Jamak
Untuk merangsang kecerdasan berbahasa
verbal ajaklah bercakap-cakap, bacakan cerita berulang-ulang, rangsang untuk
berbicara dan bercerita, menyanyikan lagu anak-anak dll.
Latih kecerdasan logika-matematik dengan
mengelompokkan, menyusun, merangkai, menghitung mainan, bermain angka, halma,
congklak, sempoa, catur, kartu, teka-teki, puzzle, monopoli, permainan komputer
dll.
Kembangkan kecerdasan visual-spatial
dengan mengamati gambar, foto, merangkai dan membongkar lego, menggunting,
melipat, menggambar, halma, puzzle, rumah-rumahan, permainan komputer dll.
Melatih kecerdasan gerak tubuh dengan
berdiri satu kaki, jongkok, membungkuk, berjalan di atas satu garis, berlari,
melompat, melempar, menangkap, latihan senam, menari, olahraga permainan dll.
Merangsang kecerdasan musikal dengan
mendengarkan musik, bernyanyi, memainkan alat musik, mengikuti irama dan nada.
Melatih
kecerdasan emosi inter-personal dengan bermain bersama dengan anak yang lebih
tua dan lebih muda, saling berbagi kue, mengalah, meminjamkan mainan,
bekerjasama membuat sesuatu, permainan mengendalikan diri, mengenal berbagai
suku, bangsa, budaya, agama melalui buku, TV dll.
Melatih kecerdasan emosi intra-personal
dengan menceritakan perasaan, keinginan, cita-cita, pengalaman, berkhayal,
mengarang ceritera dll.
Merangsang
kecerdasan naturalis dengan menanam biji hingga tumbuh, memelihara tanaman
dalam pot, memelihara binatang, berkebun, wisata di hutan, gunung, sungai,
pantai, mengamati langit, awan, bulan, bintang dll.
Merangsang
kecerdasan spritual dengan cara melakukan kegiatan ibadah bersama-sama dan
memberitahu sikap yang di perintahkan dan yang dilarang oleh Allah SWT.
Bila
anak mempunyai potensi bawaan berbagai kecerdasan dan dirangsang terus menerus
sejak kecil dengan cara yang menyenangkan dan jenis yang bervariasi maka anak
kita akan mempunyai kecerdasan yang jamak.
BAB
III
SIMPULAN
Bermain adalah suatu kegiatan yang
menyenangkan bagi anak dan bermain adalah suatu kebutuhan yang sudah ada
(inheren) dalam diri anak. Dengan demikian, anak dapat mempelajari berbagai
keterampilan dengan senang hati, tanpa merasa terpaksa atau dipaksa untuk
mempelajarinya. Bermain mempunyai banyak manfaat dalam mengembangkan
keterampilan anak. Sehingga anak lebih siap untuk menghadapi lingkungannya dan
lebih siap untuk mengikuti pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.
Kecerdasan anak tidak hanya ditentukan oleh skor tunggal yang diungkap oleh tes
inteligensi yang hanya mengukur kemampuan anak dalam bidang verbal linguistik
dan logis matematis. Akan tetapi anak memiliki sejumlah kecerdasan yang
berwujud dalam berbagai keterampilan dan kemampuan, yakni kecerdasan jamak.
Kecerdasan jamak adalah teori kecerdasan
yang menyatakan bahwa individu memiliki paling tidak 8 jenis kecerdasan, yaitu
kecerdasan verbal linguistik, logis matematis, visual spasial, kinestetik,
musik, intrapribadi, antarpribadi, dan naturalis.
Masing-masing kecerdasan dapat berkembang
optimal secara bersamaan jika mendapat kesempatan untuk di kembangkan. Teori
kecerdasan jamak perlu dipahami oleh guru, orang tua dan para pendidik lainnya
agar dapat membantu mengembangkan macam-macam kecerdasan yang dimiliki anak.
Jadi tidak hanya mengembangkan kecerdasan verbal linguistik dan logis matematis
saja. Kecerdasan jamak dapat diaplikasikan dengan berbagai cara dan berbagai
aspek dalam kegiatan pembelajaran.
DAFTAR
PUSTAKA
Gardner,Howard. Frames of Mind. The Theory of Multiple Inteligences. New York: Basic Books. 1983
Gardner,Howard. Kecerdasan Majemuk, Teori dalam Praktek, alih bahasa Alexander Sindoro. Batam: Interaksara. 2003
Http://paud-um-ceria.blogspot.com/2010/10/dasar-dan-kerangka-dari-teori.html
Nurlaila N.Q. dan Yul Iskandar. Pendidikan Anak Dini Usia (PADU) untuk mengembangkan Multipel Inteligensi. Jakarta: Dharma Graha Group.2004
Makalah
Interaksi sosial dalam dunia pendidikan
Oleh: Al-Munawir
PENDAHULUAN
Sebelum membahas Interaksi sosial dalam dunia pendidikan terlebih dahulu kita mengetahui pengertian norma dan pengertian interaksi dibawah ini:
Sebelum membahas Interaksi sosial dalam dunia pendidikan terlebih dahulu kita mengetahui pengertian norma dan pengertian interaksi dibawah ini:
A. Pengertian Norma
Dari segi bahasa Norma berasal dari bahasa
inggris yakni norm. Dalam
kamus oxford norm berarti usual or expected way of behaving,
yaitu norma umum yang berisi bagaimana cara berprilaku. Norma adalah patokan
prilaku dalam satu kelompok tertentu, norma memungkinkan sesorang untuk
menentukan terlebih dahulu bagaimana tindakannya itu akan dinilai oleh orang
lain, norma juga merupakan kriteria bagi orang lain untuk mendukung atau
menolak prilaku seseorang. Norma pada dasarnya adalah bagian dari kebudayaan,
karena awal dari sebuah budaya itu sendiri adalah intraksi antara manusia pada
kelompok tertentu yang nantinya akan menghasilkan sesuatu yang disebut norma.
(http://warokakmaly.blogspot.com).
B. Pengertian Interaksi
Dalam bukunya Drs. Soetomo istilah
interaksi adalah suatu hubungan timbal balik antara orang satu dengan orang
lainnya. Di dalam ilmu sosiologi interaksi selalu dikaitkan dengan istilah
sosial yaitu hubungan timbal balik atau aksi dan reaksi diantara orang-orang,
yang mana interaksi sosial tidak memperdulikan hubungan tersebut bersifat
bersahabat atau bermusuhan, formal atau informal, apakah dilakukan berhadapan
muka secara langsung atau melalui komunikasi yang tidak berhadapan secara
langsung. Yang penting dalam interaksi ini adalah adanya kontak dan komunikasi
diantara orang-orang itu. (http://id.shvoong.com/)
Jadi
interaksi sosial dalam dunia pendidikan adalah hubungan
timbal balik antara guru yang bersifat edukatif (mendidik) hal mana interaksi
itu harus diarahkan pada suatu tujuan tertentu yang bersifat mendidik yaitu
adanya perubahan tingkah laku anak didik kearah kedewasaan. Dalam interaksi
belajar mengajar, seorang guru sebagai pengajar akan berusaha secara maksimal
dengan menggunakan berbagai ketrampilan dan kemampuannya agar anak dapat
mencapai tujuan yang diharapkan.
Oleh karena itu guru harus dapat
menciptakan situasi agar anak dapat belajar, sebab sebenarnya proses belajar
mengajar itu belum dapat dikatakan berakhir kalau anak belum dapat belajar dan
belum mengalami perubahan tingkah laku. Karena perubahan tingkah laku itu
sendiri merupakan hasil belajar.
Dan bagaimana hubungannya dengan norma?
PEMBAHASAN
Semenjak manusia dilahirkan akan tumbuh
dan berkembang dengan melalui interaksi sosial yang mereka kembangkan. Oleh
sebab itu banyak ahli sosiologi mengatakan bahwa inti proses sosial ada pada
interaksi sosial. Pada saat itu pula secara berangsur-angsur mulai tumbuh
pengenalan akan norma. Norma tersebut antara lain adalah norma sosial, norma
keluarga, norma agama (Judistira Ghrama, 1991:4). Jadi seorang manusia yang
mendapatkan norma (cara berperilaku) yang baik tentu melalui pendidikan yang
baik, dan pendidikan yang baik harus dibarengi dengan interaksi yang baik pula
dari seseorang yang menyampaikan pendidikan kepadanya.
Pada norma tersebut (Soedjatmoko,
1973:30). Pokok utama pengenalan norma tadi kebanyakan melalui interaksi
sosial. Sebagai contoh kongkrit tentang norma; seseorang dapat dikategorikan
berhasil dalam pendidikan formal apabila telah memenuhi tuntutan norma yang
melekat. Norma tersebut antara lain lulus ujian pada tingkat tertentu, atau
pada jenjang pendidikkan tertentu yang dituntutnya. Norma ini juga akan
mengiring seseorang pada tataran/jenjang sosial tertentu dalam proses
pendidikan.
Norma pendidikan serupa ini ditegaskan
oleh Harahap (1979:17) bahwa norma itu merupakan kriteria atau ukuran tentang
sesuatu untuk menentukan sesuatu itu buruk, baik, gagal atau berhasil.
Kaitannya dengan dengan tugas guru, berarti guru yang juga bertugas memberikan
penilaian, ini berarti juga menerapkan norma pada sesuatu. Sesuatu tadi
diantarnya proses hasil belajar. uraian tersebut jika didefenisikan secara padat
itulah disebut prestasi belajar. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa prestasi
belajar siswa merupakan hasil akhir dari suatu rangkaian proses kegiatan yang
merupakan interaksi sejumlah komponen Belajar-Mengajar dengan diri siswa.
Kemudian dihubungkan dengan norma tertentu yang distandardisir serta terukur.
Adapun yang termasuk dalam komponen
Belajar-Mengajar dari pihak guru ialah, intensitas guru memberikan pelajaran,
cara atau metoda mengajar, bimbingan yang diberikan guru sehingga terjadi
proses pemahaman dalam belajar. Surahmad (1973:162) lebih jauh menjelaskan
bahwa pemahaman belajar itu akan terbentuk apabila:
(1) belajar terjadi dalam kondisi yang
berarti secara individual
(2) adanya interaksi sosial yang intens
antara guru dengan murid
(3) hasil pelajaran adalah kebulatan
tingkah laku
(4) siswa menghadapi secara pribadi
(5) belajar adalah mengalami.
Berkaitan dengan point dua di atas maka
keputusan pemerintah untuk mengembangkan konsep kokurikuler dalam kegiatan
Proses Belajar-Mengajar adalah suatu yang tepat. Sebab interaksi sosial paling
dimungkinkan dalam rangka pengembangan tugas-tugas kokurikuler. Adapun
pengertian kokurikuler sendiri diartikan sebagai kegiatan diluar jam pelajaran
biasa yang bertujuan agar siswa lebih mendalami dan menghayati apa yang
dipelajarinya pada kegiatan intrakurikuler baik program inti maupun program
khusus (Team Penyusun Instruksional Dirjen Dikdasmen, 1985:1). Dengan kegiatan
kokurikuler ini akan terjalin interaksi sosial antara guru dan murid, sehingga
terbentuklah suasana belajar yang kondusif.
Tallcot Parsons (1978:12), mengatakan
seperti yang dikutip oleh situs http://massofa.wordpress.com: ternyata bahwa
medan interaksi sosial dapat membangun kedekatan jarak ini akan membuahkan
tingkat keintiman antara pelaku sosial. Dengan keadaan demikian ini berakibat
pada sikap saling terbuka untuk saling memahami, saling menghayati antara satu
dengan yang lain. Munculnya pemahaman ini karena munculnya empaty antara guru
dengan muridnya. Empaty yang dikemukankan mampu merasakan yang orang lain
rasakan, adalah suatu tataran tingkat tinggi dari proses sosial melalui
interaksi sosial.
proses interaksi sosial yang bermuatan
pendidikan akan terjadi dengan munculnya proses sosialisasi. Termasuk dalam
proses ini meliputi antara lain;
a. Kerjasama
Kerjasama yang diberi makna oleh Soekamto
(1990:79) sebagai suatu usaha bersama antara perorangan atau kelompok manusia
untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama.
Kondisi ini jika dilihat di dunia
pendidikan,maka kegiatan kokurikuler merupakan media untuk membangun hubungan
kerja sama antara guru dengan murid dalam rangka mencapai tujuan pendidikan.
b. Akomodasi.
Istilah akomodasi dipergunakan dalam dua
arti (Soekamto,1990:82) yaitu untuk menunjukkan pada suatu keadaan, dan menunjukan
pada suatu proses. Akomodasi yang menunjukan pada suatu keadaan, berarti adanya
suatu keseimbangan dalam interaksi antara para pelaku interaksi dengan
nilai-nilai sosial atau norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat.
Akomodasi sebagai suatu proses menunjukan pada usaha-usaha pelaku interaksi
untuk meredakan sutu pertentangan karena ketidak sepahaman,g una mencapai suatu
kestabilan.
Akomodasi pada paparan ini lebih mengacu
kepada akomodasi dalam bentuk proses. Melalui kegiatan kokurikuler diharapkan
terbentuk saling pengertian antar guru dengan murid sesuai dengan posisi
masing-masig. Pertentangan karena ketidaktahuan keadaan diri pada masing-masing
pelaku interaksi. Dapat terjembatani oleh karena adanya kegiatan kokurikuler
antara guru dengan murid.
Kesimpulan
Interakasi Sosial dalam dunia pendidikan
sebenarnya adalah hubungan interaksi antara guru dan murid dalam proses
pembelajaran atau proses knowlage sehingga terbentuklah norma yang diharapkan
ke dalam diri seorang manusia yang mengenyam pendidikan.
Dan salah satu agar interaksi sosial itu
berjalan dengan baik dikembangkan pula kegiatan kokurikuler yang dikembangkan
oleh pemerintah terhadap sekolah-sekolah yang ada di indonesia. Kegiatan
kokurikuler yang dikembangkan untuk proses belajar itu akan maksimal dan
berhasil apabila diadakan secara terprogram dan guru mampu memprogram kegiatan
kokurikuler dengan cara mengoptimalkan potensi yang dimiliki oleh siswa.
Potensi tersebut meliputi; keinginan untuk berhubungan dengan orang lain,
mengaktualisasikan dirinya dengan dunia, melalui bimbingan guru.
Dengan melaksanakan kegiatan kokurikuler
tersebut pekerjaan guru menjadi semakin berat. Diakui bahwa mendesain kegiatan
kokurikuler memerlukan pelatihan dan kesiapan yang tidak mudah. Namun demikian jika
sistem ini diterapkan sekalipun minimal, maka akan dapat dirasakan dampaknya
terhadap kemajuan belajar para murid.
Daftar Pustaka
Gharna. 1991. Perubahan Sosial.
Pascasarjana Unpad. Bandung
Harahap, Nasrun. 1979. Evaluasi
Pendidikan. Maarif. Surabaya.
Http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2261194-pengertian-interaksi/#ixzz28kyXfRgu
Http://warokakmaly.blogspot.com/2011/06/pengertian-norma-dan-macamnya.html Judistira
Soedjatmoko. 1984. Dimensi Manusia Dalam
Pembangunan. PK3ES Jakarta.
Soerjono Soekamto. 1990. Pengantar
Sosiologi. Rajawali Press. Jakarta
Surakhmad, Winarno. 1974. Dasar dan teknik
Interaksi Mengajar Belajar. Tarsito. Bandung.
Tallcot Parsons. 1978. Sociology. Alfred A
Knof. New York. Di terj
http://massofa.wordpress.com/2010/10/18/interaksi-sosial-antara-guru-dengan-murid-dalam-kegiatan-kurikuler-dan-kaitannya-dengan-peningkatan-prestasi-belajar/
Tim Dirjen Pendidikan Dasa dan Menengah
Umum. 1985. Tujuan Instruksional. jakarta.
No comments:
Post a Comment