Thursday, November 6, 2014

Makalah Filsafat Anselmus

makalah FILSAFAT ANSELMUS
Oleh: Herif De Rifhara
Kata Pengantar
Tidak sedikit orang yang dibuat bingung tatkala berjumpa dengan istilah “abad pertengahan.” letak persoalannya pada kurun waktunya. Pertanyaannya, dari kapan hingga kapankah abad pertengahan itu sebenarnya?

Terlebih dahulu perlu kita tegaskan di sini, abad pertengahan lebih merupakan bagian dari sejarah peradaban Eropa. Itulah sebabnya orang-orang yang tidak mempelajari sejarah Eropa mudah memahaminya dengan rancu. Pada umumnya disepakati bahwa abad pertengahan meliputi kurun waktu antara abad 5 hingga abad 16, sekitar sebelas abad lamanya. Kurun waktu tersebut ditandai dengan bersatunya kembali daerah-daerah bekas Romawi Barat yang diprakarsai oleh raja Charlemagne sampai dengan munculnya monarki-monarki nasional di Eropa. (http://en.wikipedia.org/wiki/Middle_Ages)



Pada abad pertengahan terjadi kebangkitan religius di Eropa, yakni kekristenan. Hampir seluruh sisi kehidupan umat manusia dipengaruhi secara kental oleh religius. Bahkan, pengaruh agama sampai memasuki dunia politik. Agama berkembang pesat dan mendapatkan tempat yang utama. Kita tidak boleh melupakan slogan pada zaman itu, theology is queen of sciences. (Henry M. Morris, The Biblical Basic for Modern Science (Grand Rapids: Baker,1984), hl. 25-26.) Slogan ini menandakan bahwa segala disiplin ilmu lain di luar teologia adalah sekunder. Bukan itu saja, disiplin-disiplin ilmu lainnya mesti tunduk dan mengabdi diri kepada teologia. Jelas sekali terlihat bahwa agama menduduki tempat yang vital dalam kehidupan manusia pada abad pertengahan. (Hali Daniel Lie, M.Th http://www.sttb.ac.id/ .)

Pada abad pertengahan, perkembangan alam pikiran di Barat amat terkekang oleh keharusan untuk disesuaikan dengan ajaran agama (doktrin gereja). Perkembangan penalaran tidak dilarang, tetapi harus disesuaikan dan diabdikan pada keyakinan agama. Filsafat pada masa itu mencurahkan perhatian terhadap masalah metafisik. Saat itu sulit membedakan mana filsafat dan mana teologi gereja. Sedangkan periode sejarah yang umumnya disebut modern memiliki sudut pandang mental yang berbeda dalam banyak hal, terutama kewibawaan gereja semakin memudar, sementara itu otoritas ilmu pengetahuan semakin kuat.

abad XII, Eropa membuka kembali kebebasan berpikir yang dipelopori oleh Peter Abelardus. Ia menginginkan kebebasan berpikir dengan membalik diktum Augustinus Anselmus credo ut intelligam dan merumuskan pandangannya sendiri menjadi intelligo ut credom (saya paham supaya saya percaya). Peter Abelardus memberikan status yang lebih tinggi kepada penalaran dari pada iman.

 AKAL DAN HATI PADA ABAD PERTENGAHAN
            Credo ut intelligam dianggap merupakan ciri utama filsafat Abad Pertengahan. Sekalipun pada umumnya filosof Abad Pertengahan berpendapat seperti itu mengenai hubungan akal dan iman.

            Abad pertengahan seringkali dituduh sebagai masa suram (abad gelap) dunia filsafat, dengan dalih kuatnya dominasi dan otoritas agama dalam pemikiran filsafat masa itu. Filsafat dianggap seolah-olah tidak lebih sebagai instrumen dalam upaya menjustifikasi teologi agama. Wilayah kekuasan Romawi baik di timur maupun barat, dikuasai hampir seluruhnya oleh “dinasti” Kristen (Katolik). Kolaborasi antara penguasa dengan gereja menjadi satu kekuatan superpower dalam struktur masyarakat. Dalam dunia Kristen inilah filsafat abad pertengahan bertumbuh kembang, dan ini yang meniscayakan adanya corak filsafat yang berasas teologis.

Di dunia Islam, pun memiliki keserupaan corak dan model filsafat yang sama dengan dunia Kristen. Di dunia Islam, filsafat yang berkembang adalah upaya sintesa agama dengan pemikiran filsafat platonian dan aristotelian sekaligus. Filsafat Islam dibagi dalam beberapa periode (a), Periode Mu’tazilah yaitu periode yang mendahulukan pemakaian akal pikiran kemudian diselaraskan dengan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Menurut mu'tazilah, Al-Qur’an dan Al-Hadits tidak mungkin bertentangan dengan akal pikiran. (b), Periode Filsafat Pertama upaya pendahuluannya adalah diadakan pengumpulan naskah-naskah filsafat Yunani, kemudian diterjemahkan. (c), Periode kalam Asy’ari adalah periode memperkokoh akidah Islam. (d), Periode filsafat kedua merupakan prestasi besar dan sebagai mata rantai hubungan Islam dari Timur ke Eropa, yang merupakan sebagai masa-masa peranan Islam terhadap Eropa dalam memberikan spirit kebebasan berpikir. Filsafat abad pertengahan di Barat (dunia Kristen), antara abad 1 s.d awal abad 16 M, seringkali dibagi dalam dua masa, yakni masa patristik dan masa skolastik, yang berpusat di Athena, Alexandria dan Byzantium. Kedua masa itu corak filsafatnya tetap dicirikan oleh kuatnya Credo iman (dogma agama) yang lebih bernuansa metafisis ketimbang rasionalitas atau nalariah. Bangunan epistemologinya bersumber dari filsafat platonian dan stoisisme, Santo Anselmus sampai-sampai membuat adagium credo ut intelligam (aku percaya agar aku mengerti) yang seolah menegaskan corak pemikiran filsafat saat itu. Filsafat ini jelas berbeda dengan sifat filsafat rasional yang mendahulukan pemahaman terlebih dulu daripada iman. (http://my.opera.com)

TENTANG ANSELMUS (1033-1109)
Anselmus, Uskup Agung Canterbury, lahir di AlpenItalia, sekitar tahun 1033. Ia berasal dari keluarga bangsawan di Aosta, Italia. Ia menolak keinginan ayahnya agar ia meniti karir di bidang politik dan mengembara keliling Eropa untuk beberapa tahun lamanya. Seperti anak-anak muda lainnya yang cerdas dan bergejolak. Ia bergabung dengan biara, di biara Bec, Normandia, dekat Rouen, Prancis, ketika usia 27 tahun (1060). Di bawah asuhan seorang guru yang hebat, Lanfranc. Anselmus memulai karir yang patut dicatat. Pada tahun 1093 ia menjadi Uskup Agung Centerbury dan ikut ambil
2

bagian dalam perselisihan antara golongan pendeta dan orang-orang sekular. Dalam dirinya mengalir arus mistisisme, dan iman merupakan masalah utama baginya. (http://id.wikipedia.org, http://www.parokihtbspm.org, dan Prof. Dr Ahmad Tafsir, 2009:)

Pada tahun 1066 William dari Normandia menaklukkan Inggris. Pada tahun-tahun berikutnya, raja baru ini membawa banyak guru-guru Normandia beserta biarawan ke Inggris. Di antara mereka terdapat Lanfranc, yang menjadi Uskup Agung Canterbury pada tahun 1070. Anselmus mengambil tempat penasihat sebagai kepala biara Bec. Pada tahun 1093William II, putra sang penakluk, mengangkat Anselmus sebagai Uskup Agung Canterbury. Anselmus menyambut baik hal ini karena ia melihatnya sebagai kesempatan emas untuk membaharui Gereja di Inggris. Namun ia menolak untuk dilantik sebelum Raja William-II menyatakan kesediaannya mendukung Paus Urbanus-II (1088—1099), untuk melawan Paus tandingan Klemens-III dan mengembalikan tanah-tanah yang dicaplok di Canterbury. Tiga bulan kemudian Anselmus dilantik, tetapi segera disusul dengan perselisihan antara dia dengan Raja William yang bermaksud menyerang Normandia, menuntut sejumlah besar uang dari Canterbury. Anselmus dengan tegas menolak tuntutan itu. Sebaliknya, William melarang Anselmus pergi ke Roma untuk menerima pakaian kebesarannya sebagai lambang martabatnya sebagai Uskup Agung dan juga mengajukan berbagai tuduhan kepada Paus Urbanus-II untuk melumpuhkan Anselmus. Situasi ini diatasi pada tahun 1095 ketika Anselmus berhasil mempengaruhi para bangsawan Inggris dalam sinode Rockingham untuk menentang campur tangan Raja William dalam urusan-urusan Gereja. Kemudian pakaian kebesaran itu dikirim ke Inggris dan Anselmus menobatkan dirinya untuk menghindarkan segala hal yang bukan-bukan dari Raja William perihal martabatnya sebagai Uskup Agung Canterbury. Bagaimanapun juga, Anselmus masih agak takut untuk pergi ke Roma guna berkonsultasi dengan paus tentang campur tangan William dalam urusan-urusan intern Gereja. Pada tahun 1097 William mengusir Anselmus, tetapi Anselmus tidak segera berangkat ketika William mencaplok kembali tanah-tanah di Canterbury. (http://id.wikipedia.org, dan http://www.parokihtbspm.org )

Pada tahun 1100 William dibunuh. Penggantinya, saudaranya, Raja Henry-I, beliau mengajak Anselmus untuk kembali ke Canterbury. Dengan senang hati Anselmus kembali ke takhta keuskupannya. Namun segera timbul lagi persoalan yang sama dalam hubungannya dengan Henry-I. Masalah yang terbesar adalah tuntutan Henry atas penobatan uskup-uskup dan pemimpin biara dengan lencana yang khas sesuai dengan kekhasan spiritualitasnya. Karena perselisihannya ini, Anselmus kembali lagi ke Roma untuk ber­konsultasi dengan Paus Sri Paus Paskalis-II (1099—1118) yang menggantikan Paus Urbanus-II, dan menegaskan sekali lagi kebijaksanaan yang telah ada. Raja Henry marah dan segera mengasingkan Anselmus kembali dan menyita semua tanah di Canterbury. Sebagai balasannya, Anselmus menjatuhkan hukuman ekskomunikasi atas Henry. Namun dalam waktu singkat tindakan ekskomunikasi ini dipulihkan kembali. Pada tahun 1107 ketika diadakan sinode di Westminster, timbul lagi masalah. Raja melepaskan tuntutannya untuk menobatkan uskup-uskup dan pemimpin-pemimpin biara tetapi tetap mempertahankan haknya untuk menerima penghormatan mereka sebagai warga negara. (http://www.parokihtbspm.org)

Selama ia di Inggris, Anselmus telah membuktikan bahwa ia adalah gembala berhati lembut dan seorang pengatur yang mahir. Ketika berada dalam pengasingan, ia telah membuktikan bahwa ia seorang teolog besar, karena pada saat itulah ia menulis karya-karyanya yang hebat, yaitu Monologium yang membicarakan keadaan Tuhan, dan Cur Deus homo (Why God Became Man) yang berisi ajarannya tentang tobat dan petunjuk tentang cara penyelamtan melalui Kristus. (Mayer:384)

Anselmus menggunakan dua tahun terakhir masa hidupnya untuk mendorong sinode-sinode regular, menghapuskan perdagangan budak belian dan meningkatkan penghayatan hidup selibat. Anselmus meninggal pada tahun 1109. la digelar sebagai “Pujangga Gereja” pada tahun 1720. (http://www.parokihtbspm.org)

FILSAFAT ANSELMUS

Di dalam filsafat Anselmus kelihatan iman merupakan tema sentral pemikirannya. Iman kepada Kristus adalah yang paling penting sebelum yang lain. Dari sini dapatlah kita pahami pernyataannya Credo ut intelligam yang terkenal itu. Ungkapan ini menggambarkan bahwa ia mendahulukan iman daripada akal. Arti ungkapan itu kira-kira percaya agar mengerti (believe in order to understand); secara sederhana: percayalah agar mengerti. Ia mengatakan bahwa wahyu harus diterima lebih dulu sebelum kita berpikir (Mayer: 384). Jadi, akal hanyalah pembantu wahyu. Pengaruh Plato besar dalam pemikirannya. Seperti Plato, Anselmus adalah seorang realis. Lihat selengkapnya dalam Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum, 2009:95-96

Dalam membuktikan adanya Tuhan, Anselmus sering kali menyatakan bahwa ia tidak memerlukan tahu tentang Tuhan; ia  telah beriman kepada Tuhan (I believe, that unless I believe, I should not understand) (Mayer: 385). Kunci argumen Anselmus tentang adanya Tuhan ialah pernyataan yang mengatakan bahwa apa yang kebesarannya tak terpikirkan, tidak mungkin hanya ada di dalam pikiran. Tuhan itu kebesarannya tak terpikirkan (kebesarannya maha besar). Itu tidak mungkin hanya ada dalam pikiran. Ia itu ada juga dalam kenyataan (jadi benar-benar ada di luar pikiran). Tuhan itu maha besar, ada dalam pikiran, dan juga diluar pikiran. Secara kasar argument ini mengajarkan bahwa apa yang dipikirkan, berarti objek itu betul-betul ada; tidak mungkin ada sesuatu yang hanya ada di dalam pikiran, tetapi di luar pikiran obejek itu tidak ada. (Prof. Dr. Ahmad Tafsir, 2009:96)

Argument ini ada kelemahannya, Gaunilo, orang seangkatan dengan Anselmus, berpendapat bahwa suatu konsep yang ada di dalam pikiran tidak mengharuskan objek itu benar-benar ada di luar pikiran (Mayer:385). Misalnya kita berpikir tentang adanya pulau yang indah di tengah lautan. Kita dapat saja berpikir begitu, padahal nyatanya pulau itu tidak ada. Menghadapi penolakan Gaunilo itu, Anselmus mengatakan bahwa adanya pulau itu adalah sesuatu yang mungkin (contigent, mumkin al-wujud), sedangkan adanya Tuhan adalah sesuatu yang harus (necessary, wajib al-wujud). Singkatnya, kata Anselmus, bila kita berpikir tentang Yang Maha Besar, kita berpikir tentang Tuhan. Di sini kelihatan Anselmus amat dipengaruhi oleh kata hatinya, imannya. (Prof. Dr. Ahmad Tafsir, 2009:96).

Teori pengetahuan Anselmus menyatakan bahwa pengetahuan bahwa pengetahuan dimulai dari penginderaan, lalu terbentuklah pengetahuan akliah, terakhir adalah menangkap kebesaran Tuhan melalui jalur mistik. Kebaikan tertinggi bagi manusia ialah perenungan tentang kebesaran Tuhan. Selanjutnya ia mengatakan bahwa kita selalu dalam kurungan selama kita masih dibimbing oleh nafsu duniawi dan selama kita masih terikat pada keinginan-keinginan jasmani. (Prof.Dr.Ahmad Tafsir, 2009:97).
           
Tapi yang penting dalam filsafatnya ialah ungkapan Credo ut intelligam. (Prof. Dr. Ahmad Tafsir, 2009:97).

PANDANGAN SAYA TENTANG FILSAFAT ANSELMUS
Awalnya saya setuju dengan pernyataan Anselmus, Credo ut intelligam yang dijelaskan dalam buku Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat Umum. Dalam tulisan beliau menjelaskan “ungkapan ini (Credo ut intelligam) menggambarkan bahwa ia mendahulukan iman daripada akal. Arti ungkapan itu kira-kira percaya agar mengerti (believe in order to understand); secara sederhana: percayalah agar mengerti. Ia mengatakan bahwa wahyu harus diterima lebih dulu sebelum kita berpikir (Mayer: 384). Jadi, akal hanyalah pembantu wahyu.”  Prof. Dr. Ahmad Tafsir dalam penjelasannya kalimat Credo ut intelligam mengartikan kata ini sebagai “akal hanyalah pembantu wahyu.” Saya setuju dengan pernyataan ini memang akal adalah pembantu wahyu, akal manusia terebatas dengan masalah-masalah yang ghaib, untuk itulah diperlukan Wahyu dan akal sebagai pembantunya.
Tidak cukup dengan penjelasan Prof. Dr. Ahmad Tafsir di dalam bukunya, saya mencari bahan untuk melengkapi karya Ilmiah saya, saya mendapat penjelasan di internet, tepatnya di situs http://id.wikipedia.org/wiki/Anselmus, dan http://www.parokihtbspm.org, bunyinya seperti ini :

“Ketika di pengasingan, Anselmus mengadakan konsili Bari pada tahun 1098, di mana ia secara luar biasa mempertahankan istilah Fillioque ("dan dari Putera") yang ditolak Gereja Timur. Di tempat peng­asingan ini, Anselmus berhasil menulis bukunya yang berjudul "Cur Deus Homo?" (Mengapa Tuhan menjadi Manusia?). (http://www.parokihtbspm.org). Dalam situs http://id.wikipedia.org kata “Mengapa Tuhan” dalam situs ini tertera kalimat “Mengapa Allah.” Anselmus menampilkan teori tentang bagaimana kematian Kristus di kayu salib, yang mendamaikan manusia dengan Allah.      Allah, kata Anselmus, adalah Tuhan alam semesta, suatu Dzat yang kehormatan-Nya tersinggung oleh dosa manusia. Meskipun Ia ingin mengampuni manusia, agar ketertiban moral pulih kembali di jagat raya, Ia tak dapat begitu saja "menutup mata" atas dosa. Harus diadakan pengorbanan, sesuatu yang setimpal dengan pelanggaran itu. Karena dosa itu berasal dari manusia, pengorbanan itu juga harus dilakukan oleh manusia. Namun manusia tidak dapat mempersembahkan pengorbanan setimpal. Maka Allah menjadi manusia, dan yang mempersembahkan pengorbanan itu adalah baik Allah dan manusia: Kristus. (http://id.wikipedia.org)

Ide Anselmus ini dikenal sebagai "Teori Pengorbanan" bagi penebusan. Sampai saat ini, teori tersebut merupakan penjelasan teologi terkenal tentang  karya  penebusan

Kristus. Ia memiliki sumber-sumber Al-kitabiah seperti: "Allah mendamaikan dunia dengan diri-Nya oleh Kristus dengan tidak memperhitungkan pelanggaran mereka ..." (2 Kor. 5:19). (http://id.wikipedia.org)
           
Anselmus adalah salah seorang "terpelajar," seorang ahli Kristen yang mencoba memasukkan logika dalam pelayanan iman. Meskipun Anselmus mengetahui Al-kitab dengan baik, tetapi ia ingin menguji kekuatan logika manusia dalam upayanya membuktikan doktrinnya. Namun selalu imanlah yang mendasari semua itu. Dalam karyanya Proslogium, yang pada awalnya berjudul Iman Mencari Pengertian (Fides Quaerens Intellectum), Anselmus membuat pernyataan terkenal,  "Saya  percaya  agar dapat mengerti." Yang ia maksudkan dengan pernyataan itu adalah bahwa mereka yang mencari kebenaran harus beriman dahulu, tidak sebaliknya. Ia mengemukakan argumentasi ontologi (informasi yang dapat mengarah ke penemuan sesuatu yang penting) untuk percaya kepada Allah. Singkatnya, ia menyatakan bahwa rasio manusia membutuhkan ide mengenai suatu Dzat yang sempurna (Allah), oleh sebab itu Dzat tersebut harus ada. Ide ini telah menawan hati banyak filsuf dan teolog sepanjang masa.” (http://id.wikipedia.org)
           
Pernyataan Anselmus, Credo ut intelligam yang artinya “saya percaya agar dapat mengerti.” Saya tafsirkan “Iman terlebih dahulu baru Ilmu.” Kalau demikian, mengapa Uskup Agung ini tidak terlebih dahulu mempercayai kebenaran Al-qur’an dan mengertikannya. Pernyataannya, “Percaya baru mengerti” atau saya tafsirkan Iman dulu baru Ilmu,”  tidak sejalan dengan apa yang dibuatnya yaitu, mengadakan Konsili Bari pada tahun 1098, yang luar biasa mempertahankan istilah Fillioque dan dari Putera,” yaitu, mengangkat Nabi Isa atau dalam hal ini Yesus menjadi Tuhan, dan menganggapnya sebagai anak Allah, dilahirkan oleh perempuan perawan, Siti Mariam atau Bunda Maria.

Pernyataan yang saya tafsirkan “Iman baru ilmu,” adalah, pernyataan yang tidak sesuai dengan Islam, karena tanpa adanya ilmu keimanan tidak akan bisa terbentuk. Kalau memang “Iman baru Ilmu,” tentulah Anselmus mempercayai Al-Qur’an sebagai salah satu wahyu dari Allah yang diturunkan kepada Muhammad SAW.

Tanpa memiliki pengetahuan tentang Allah tidak mungkin seseorang mencapai derajat keyakinan. (terj, Fathullah Gullen, 2001:199).

Wahyu adalah Ilmu yang Allah turunkan kepada Rasul-Rasulnya agar manusia mengenal siapa Tuhannya, dan apakah Tuhan mempunyai anak atau tidak, semuanya dijelaskan di dalam wahyu. Mendapatkan penjelasan berarti mendapatkan pengetahuan atau ilmu. Wahyu adalah Ilmu, berarti seharusnya “Ilmu baru Iman,”

KESIMPULAN DAN PENUTUP
Anselmus adalah pujangga gereja dan filosuf di abad pertegehan, yang lahir di AlpenItalia, sekitar tahun 1033. Ia berasal dari keluarga bangsawan di Aosta, Italia. Ketika usia 27 tahun (1060), Uskup Agung yang diangkat oleh Raja Wliyam II putra sang penakluk Inggris pada tahun 1093 ini bergabung dengan biara, di biara Bec, Normandia, dekat Rouen Prancis. Anselmus mengambil tempat penasihat sebagai kepala biara Bec, ketika Raja Wliyam menaklukkan Inggris. Dan Raja penakluk ini, membawa guru-guru dari Normandia beserta biarawan ke Inggris.

Filsafat Anselmus ialah iman merupakan tema sentral pemikirannya. Iman kepada Kristus adalah yang paling penting sebelum yang lain. Pernyataanya yang paling terkenal pada Abad Pertengahan, “Credo ut intelligam.” Yang lahir dari tulisan pertamanya yang berjudul Proslogium yang pada awalnya berjudul Iman Mencari Pengertian (Fides Quaerens Intellectum.)

            

No comments: